ATIKA OKTARIA
POLEMIK dana hibah penanganan Covid-19 Rp2 triliun berbuntut panjang. Mabes Polri akan memeriksa Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) Irjen Eko Indra Heri terkait kasus pemberian bantuan dana fiktif Rp2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Palembang, Sumsel. Saat ini, Mabes Polri telah mengirim tim internal dalam proses pemeriksaan tersebut.
“Tim internal itu dari inspektur khusus (irsus) Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri, dan Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/8).
Argo mengatakan pemeriksaan untuk mengetahui kejelasan kasus tersebut. Pemeriksaan sebagai klarifikasi internal. Argo memaparkan hingga saat ini proses pemeriksaan internal terhadap jajaran Polda Sumsel tersebut masih dilakukan saat konferensi pers tersebut berlangsung.
“Tentunya ingin melihat kejelasannya seperti apa, kasusnya bagaimana dan itu adalah ranah daripada klarifikasi internal. Kita tunggu saja hasil daripada kegiatan penyelidikan dan pemeriksaan internal dari Mabes Polri,” ujarnya.
Hingga saat ini belum ada kejelasan terkait pengiriman uang sumbangan senilai Rp2 triliun yang akan digunakan sebagai bantuan penanganan Covid-19 di Sumsel.
Bantuan Bodong
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah menganalisis transaksi keuangan di lingkaran keluarga Akidi Tio.
PPATK pun menyimpulkan sumbangan Rp2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumsel adalah bodong atau fiktif. Pasalnya, tidak ditemukan dana sebesar itu di lingkaran keluarga Akidi Tio hingga Rabu (4/8).
“Sampai hari ini, hampir bisa dipastikan ini bodong,” kata Ketua PPATK, Dian Ediana Rae saat dihubungi, Rabu (4/8).
Lebih lanjut dia menjelaskan hasil data dan analisis transaksi keuangan yang ditemukan PPATK akan diserahkan langsung kepada pimpinan Korps Bhayangkara untuk ditindaklanjuti.
Dalam hal ini, penyerahan hasil analisis akan dilakukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Sumsel, Irjen Eko Indra Heri. “Detailnya transaksi akan kami sampai kepada Kapolri dan Kapolda,” ujarnya.
Menurut Dian, transaksi keuangan sebesar Rp2 triliun tersebut seharusnya bisa berjalan dengan cepat jika uang tersebut memang ada. Artinya tidak ada potensi teknis yang menyulitkan pemindahan atau pencairan uang.
Sebab, bilyet giro merupakan bentuk instrumen pengalihan dana yang dapat melakukan transaksi tersebut. “Yang penting apakah betul-betul di-backup oleh uang sejumlah yang memang ditulis di situ sebanyak Rp2 triliun,” ujarnya.
Kendati demikian, Heriyanti saat ini belum berstatus sebagai tersangka dalam kasus pidana apa pun. Namun, polisi membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang pernah ditipu atau menjadi korban Heriyanti. (MI/S1)
“Kita tunggu saja hasil daripada kegiatan penyelidikan dan pemeriksaan internal.”