KABINET zaken atau yang populer dikenal sebagai cabinet of experts dalam terminologi internasional merupakan kabinet yang dibentuk dengan komposisi anggota yang dipilih berdasarkan spesialisasi dan keahlian teknis serta profesionalitas yang mereka miliki, bukan karena afiliasi politik. Ide pembentukan kabinet ini menjadi fokus perbincangan yang menghangat di kalangan masyarakat Indonesia. Hal itu akibat bergulirnya pendapat para tokoh partai politik di Indonesia, khususnya politisi Gerindra, tentang struktur kabinet yang akan dihuni oleh para menteri di periode kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih periode 2024—2029.
Ketertarikan penulis untuk menulis opini dengan judul di atas dikarenakan menjadi sebuah wacana yang sah-sah saja pembentukan kabinet zaken ini dilakukan. Argumentasi obyektifnya tentu saja karena menjadi hak prerogatif presiden untuk menentukan format dan komposisi kabinet yang akan mendukung program kerjanya.
Argumentasi subyektif dari munculnya tulisan ini, menurut penulis, adalah dibentuknya struktur kabinet yang dihuni oleh mayoritas profesional dan bukan politisi ini disebabkan situasi dan kondisi Indonesia saat ini berada pada posisi dan situasi yang tidak baik-baik saja. Berbagai tekanan politik serta ekonomi yang sangat besar, baik dari dalam maupun luar Indonesia, membutuhkan para ahli di bidang-bidang tertentu untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut tanpa harus terikat oleh kepentingan partai politik.
Dalam konteks penyusunan kabinet di Indonesia, ide tentang kabinet zaken atau kabinet yang terdiri dari para ahli di bidangnya sering muncul dalam situasi krisis atau ketidakstabilan politik. Kabinet zaken adalah model kabinet yang para menterinya dipilih berdasarkan kompetensi teknis dan profesional mereka, bukan berdasarkan afiliasi politik. Di negara-negara dengan sistem politik yang kompleks seperti Indonesia, gagasan ini sering dianggap sebagai solusi potensial untuk mengatasi kebuntuan politik dan mempercepat pengambilan keputusan yang lebih efisien.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah kabinet zaken sebagaimana yang diwacanakan oleh Prabowo Subianto (Presiden terpilih Republik Indonesia periode 2024—2029) dapat menjadi model yang ideal bagi Indonesia untuk menggabungkan efisiensi teknis dan stabilitas politik, ataukah Indonesia tetap membutuhkan keseimbangan antara keahlian teknis dan dukungan politik dalam menyusun kabinetnya. Dan apakah penerapan kabinet zaken tidak lepas dari berbagai tantangan dan pertimbangan, baik dari sisi positif maupun negatifnya? Berbagai pertanyaan yang menggelayut ini, penulis uraikan berdasarkan dua versi dalam tulisan singkat ini, yaitu sisi kelebihan dan sisi kekurangan kabinet zaken tersebut.
Kelebihan Kabinet Zaken
Salah satu kelebihan utama dari kabinet zaken adalah kemampuan untuk menghadirkan profesional dan ahli di bidang-bidang yang sangat dibutuhkan, seperti ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Menteri yang dipilih dalam kabinet ini diharapkan memiliki keahlian mendalam dalam sektor yang mereka pimpin, yang dapat membantu pemerintah membuat keputusan yang lebih tepat dan berbasis data.
Menurut David J. Samuels, pakar politik dari University of Minnesota, kabinet zaken memberikan keuntungan berupa pengambilan keputusan yang lebih efisien dan berbasis bukti karena para menteri yang dipilih memiliki pemahaman teknis yang mendalam tentang isu-isu yang ada. Samuels juga mencatat bahwa kabinet ini mampu merumuskan kebijakan tanpa perlu menyeimbangkan berbagai kepentingan politik yang dapat memperlambat proses.
Kabinet zaken berpotensi untuk mengurangi polarisasi politik karena anggota kabinet dipilih berdasarkan kemampuan profesional, bukan karena afiliasi partai. Kabinet ini dapat berfungsi sebagai solusi untuk mengurangi ketegangan politik di parlemen dan fokus pada isu-isu teknis yang lebih mendesak.
Kabinet zaken dapat menciptakan lingkungan politik yang lebih stabil karena menteri yang diangkat tidak memiliki keharusan untuk memenuhi janji politik atau agenda partai. Tentu dengan kondisi seperti ini pemerintah akan lebih fokus untuk memberikan pelayanan publik yang optimal dan solusi praktis, ketimbang menjalankan kekuasaan politik.
Kabinet zaken biasanya memiliki kebijakan jangka panjang yang tidak terikat secara totalitas oleh siklus pemilu atau janji politik. Mereka cenderung lebih bebas untuk merancang kebijakan yang berjangka panjang. Kabinet dengan format seperti ini tentu saja akan sangat penting untuk mengatasi dan mengurai masalah-masalah struktural seperti terkait dengan kebijakan reformasi ekonomi yang akan diambil, pendidikan atau lingkungan, yang memerlukan pendekatan yang berkelanjutan.
Bahkan, menurut Timothy Besley dari London School of Economics, menyatakan bahwa kabinet zaken mampu merumuskan kebijakan dengan perspektif yang lebih strategis. Besley menekankan pentingnya kebijakan yang terfokus pada hasil jangka panjang, yang sering kali sulit dicapai dalam kabinet yang dibentuk berdasarkan pertimbangan politik atau terafiliasi politik tertentu.
Kekurangan Kabinet Zaken
Salah satu kelemahan terbesar yang muncul dari pembentukan kabinet zaken adalah kurangnya legitimasi politik. Para menteri biasanya dalam kabinet dipilih bukan melalui proses politik yang representatif, melainkan karena keahlian teknis mereka.
Kondisi ini tentu saja dapat menimbulkan kerawanan berupa kritik bahwa mereka tidak memahami keinginan rakyat secara luas dan tidak memiliki mandat demokratis yang kuat. Atau dalam perspektif berpikir yang lain, kabinet zaken dapat menghadapi masalah dalam hal membangun dukungan politik, terutama di parlemen. Meskipun kabinet ini terdiri dari ahli, mereka tetap memerlukan dukungan politik untuk menjalankan kebijakan, yang bisa menjadi tantangan jika mereka dianggap tidak mewakili suara mayoritas.
Sisi kelemahan lain yang perlu dipertimbangkan dari pembentukan kabinet zaken adalah kabinet ini akan sangat mungkin menghadapi kesulitan dalam membangun konsensus politik. Dalam banyak kasus, pemerintah yang terdiri dari para ahli teknis mungkin cenderung mengabaikan aspek politik dari pembuatan kebijakan.
Padahal, dalam demokrasi, kompromi politik dan kemampuan untuk bekerja sama dengan parlemen adalah hal yang sangat penting. Biasanya para menteri yang berasal dari profesional dan memiliki kepakaran pada bidang tertentu, kurang bahkan tidak memiliki kemampuan untuk membangun kompromi dan komunikasi politik yang akan menjadi faktor pendukung berhasilnya Kementerian yang dipimpinnya.
Bahkan secara tendensius dan resisten, John Curtice, seorang profesor ilmu politik dari University of Strathclyde, Skotlandia, mengemukakan bahwa kabinet zaken berisiko mengalami isolasi politik jika mereka gagal berkomunikasi dan berkompromi dengan partai politik di parlemen. Curtice menekankan bahwa dalam politik demokratis, konsensus politik sering memiliki nilai yang lebih penting daripada solusi teknis, profesionalitas bahkan keahlian yang dimiliki seorang menteri.
Dengan kondisi ketidakmampuan membangun komunikasi dan kompromi politis ini, penulis melihat secara nyata akan terjadi sebuah ketidakseimbangan dalam pembuatan kebijakan. Biasanya menteri yang dipilih berdasarkan keahlian dan kepakarannya, mereka akan memiliki kemungkinkan untuk cenderung mengutamakan kebijakan teknis di bidang mereka sendiri tanpa melihat gambaran yang lebih besar.
Sekali lagi, penulis melihat ini menjadi sebuah realita nyata yang dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam pembuatan kebijakan. Ketidakseimbangan dalam pembuatan kebijakan yang akan berdampak pada beberapa sektor yang mungkin mendapat perhatian lebih daripada yang lain.
Tentu saja melihat kondisi ini, penulis pada akhirnya berasumsi kabinet zaken akan bermuara pada sebuah kebijakan yang dihasilkan dari pola komunikasi yang kurang terkoordinasi antarsektor. Meskipun keahlian teknis penting, kepemimpinan politik yang kuat tetap diperlukan untuk memastikan bahwa setiap sektor mendapat perhatian yang proporsional dan terkoordinasi dengan baik.
Satu sisi, kabinet zaken menawarkan banyak potensi keuntungan, terutama dalam hal kompetensi teknis dan netralitas politik. Kabinet dengan pola yang berbasis pada kompetensi dan netralitas politik biasanya memiliki kecenderungan untuk dapat membantu negara yang berada dalam krisis atau tantangan besar dengan memberikan solusi teknis yang cepat dan berbasis data.
Namun, kelemahan dari kabinet ini jangan sampai diabaikan. Atensi pada kabinet dengan pola ini biasanya memiliki kekurangan dukungan berupa legitimasi politik dan kesulitan dalam membangun konsensus politik. Meskipun kabinet zaken dapat berfungsi sebagai solusi sementara dalam situasi kritis, penting bagi Presiden terpilih dan seluruh tim penyusun kabinet untuk tetap menjaga prinsip-prinsip demokrasi, suara rakyat harus terwakili dalam pemerintahan.
Oleh karena itu, kabinet ini perlu didukung oleh formulasi dialog yang baik antara teknokrat dan politisi untuk menghasilkan kebijakan yang tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga dapat diterima secara holisitik pada tataran politik dan sosial. Semoga. *