PENGERTIAN santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang mendalami agama Islam, atau orang yang beribadah secara sungguh-sungguh, orang yang soleh. Sedangkan menurut Nurkholis Madjid (2002) meyakini bahwa kata santri berasal dari kata “cantrik” (bahasa Sansekerta atau Jawa), yang berarti orang yang selalu mengikuti guru.
Sementara itu, Kementerian Agama (2017) menyebutkan seorang yang disebut santri tidak hanya mereka yang pernah belajar di pondok pesantren (pontren), tetapi juga mereka-mereka yang memiliki pemahaman dan cara pengamalan keagamaan sebagaimana layaknya santri, yaitu pemahaman Islam yang moderat (wasathiah), toleran (tasamuh), yang cinta Tanah air karena dasar agama.
Lebih lanjut Menag menyebutkan mengapa pemerintah menjadikan Hari Santri karena amalnya (perbuatannya) akhlakul karimah yang dipertunjukkan kalangan santri, maka mereka hakikatnya santri juga. Dengan demikian, Hari Santri menjadi wujud penghargaan dan pengakuan negara atas santri yang sumbangsihnya sangat besar kepada bangsa dan negara, tetapi juga sekaligus yang tidak kalah penting adalah peneguhan bagi para santri untuk bertanggung jawab terhadap nasib bangsa dan negara.
Peringatan Hari Santri penting direfleksikan dan menjadi momentum guna memupuk sikap nasionalisme dan menggelorakannya dalam aktualisasi kebangsaan. Salah satu aktualisasi yang dibutuhkan bangsa di era sekarang adalah jihad membangun bangsa. Kesungguhan dalam membangun bangsa mesti ditunjukkan dan dibuktikan oleh semua komponen bangsa.
Dengan perkembangan era digital dan arus modernisasi setidaknya peringatan Hari Santri bisa mewujudkan masyarakat yang damai, masyarakat yang taat beribadah dan berperilaku positif dalam masyarakat. Dalam rangkaian peringatan Hari Santri ini, tidak hanya kaum santri yang memperingati, tapi juga masyarakat secara keseluruhan, bahwa dalam mendalami agama, selain juga mengandalkan wawasan, akal pikiran, tetapi juga olah rasa, karena bagaimanapun beragama itu harus dengan hati dan rasa. Di sinilah pentingnya kita mampu introspeksi diri bahwa selain agama Islam di Indonesia, juga ada agama lain yang juga diakui pemerintah, kita semua bertanggung jawab terhadap generasi muda dan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa.
Dalam bukunya Etika Pendidikan Islam, KH. Hasyim Asy’ari mengatakan setidaknya ada sepuluh macam etika yang harus dimiliki seorang pencari ilmu (santri), yaitu 1) Seorang santri (pelajar) hendaknya bersih hatinya dari kata dengki, bohong, hasut, berprasangka buruk seperti akidah yang tidak terpuji, 2) Berniat luhur untuk benar–benar belajar menjadi baik, 3) Tidak menunda waktu untuk segera mencari ilmu karena kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya, 4) Rela, sabar, dan menerima keterbatasan (keprihatinan) dalam masa-masa pencarian ilmu, baik menyangkut makanan, pakaian, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, 5) Membagi dan memanfaatkan waktu serta tidak menyia-nyiakannya karena setiap waktu yang terbuang sia-sia akan menjadi tidak bernilai lagi, 6) Tidak berlebihan (terlampau kenyang) makan minum sekadarnya sehingga tidak menghambat dalam ibadah dan tubuh tetap sehat, 7) Bersikap wara (waspada) berhati-hati dalam setiap langkah, 8) Tidak mengonsumsi jenis-jenis makanan yang dapat menyebabkan akal (kecerdasan) seseorang menjadi tumpul (bodoh) serta melemahkan kekuatan organ-organ tubuh, 9) Tidur secukupnya, 10) Menjauhkan diri dari pergaulan yang tidak baik, lebih-lebih dengan lawan jenis.
Dari pendapat di atas dapat diambil pelajaran bahwa seorang pelajar atau pencari ilmu (santri) begitu gigihnya bisa memperbaiki diri, karena ujian-ujian di masa muda sangatlah besar dan untuk menjadi yang terbaik bagi seorang pencari ilmu sangatlah berat. Apalagi, kita ketahui pada era digitalisasi ini banyak generasi Z menjadi generasi merunduk, tidak peduli dan hanya penuh dengan berandai andai, belajar di sekolah malas, apalagi di rumah. Maka dengan kesadaran diri seorang santri akan berhasil membawa diri dan berguna di masyarakat karena berbagai sikap yang positif dari seorang yang benar-benar pencari ilmu.
Peran dan kontribusi pesantren dalam membangun dan mempertahankan Tanah Air dan negaranya tidak dapat lagi dipertanyakan. Kehadirannya dalam setiap peristiwa perjalanan bangsa Indonesia baik dari masa prakemerdekaan, masa kemerdekaan, maupun pada masa pascakemerdekaan menjadi bukti autentik dari keterlibatannya dalam membangun bangsa ini.
Berdasarkan Keppres No. 22 Tahun 2015, pemerintah bertujuan menetapkan Hari Santri agar menjadikan bangsa mengingat dan meneladani semangat jihad keindonesiaan para pendahulu, serta semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara. Tanggal 22 Oktober diputuskan sebagai Hari Santri Nasional yang diambil dari peristiwa resolusi jihad KH. Hasyim Asy’ari di mana membela tanah air hukumnya fardu ain. Resolusi jihad yang dideklarasikan KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya, yang kemudian menginspirasi pertempuran 10 November 1945 melawan Inggris merupakan inspirasi untuk kita akan kewajiban bela negara-kewajiban hubbul wathan.
Peringatan Hari Santri penting direfleksikan dan menjadi momentum guna memupuk rasa nasionalisme dan menggelorakannya dalam aktualisasi kebangsaan. Makna peringatan Hari Santri adalah untuk memperingati peran santri yang ikut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Salah satu aktualisasi yang dibutuhkan bangsa di era sekarang adalah jihad membangun bangsa. Kesungguhan dalam membangun bangsa mesti ditunjukkan dan dibuktikan oleh semua komponen bangsa. Di sinilah urgensi ruh jihad mesti hadir di semua sendi kehidupan bernegara dan di setiap diri anak bangsa, khususnya santri dan para pencari ilmu. Pemerintah telah menetapkan tema Hari Santri pada tahun ini adalah “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan”.
Menyambung juang yang berarti meneruskan semangat juang. Merengkuh masa depan adalah sebuah ungkapan yang berarti bergerak bersama menuju sejahtera. Secara keseluruhan, arti tema ini ialah perjuangan yang berkelanjutan para santri dalam merengkuh masa depan yang sejahtera dan dengan semangat serta keberanian nilai-nilai luhur yang selalu dijaga dan diteruskan.
Dari tema ini setidaknya mampu direfleksikan para santri (pencari ilmu) untuk lebih baik lagi dalam belajar untuk meraih masa depan yang lebih gemilang menuju Indonesia emas tahun 2045. Dengan adanya Hari Santri Nasional diharapkan seluruh masyarakat Indonesia bisa ikut mengingat dan meneladani serta melanjutkan peran para ulama dan santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. *