KORAN ini (Lampung Post) sudah menapaki usia 44 tahun lebih. Sebagai bacaan teruji dan tepercaya, harian ini terus menyemaikan kesejukan bagi pembaca. Muaranya merajut keberagaman di Lampung. Aliran jurnalisme damai jadi kerja keseharian. Sehingga karya awak redaksi memberikan solusi berdasar fakta dan data, bukan menjadi penghasut.
Acara Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus yang digelar di Hotel Emersia Bandar Lampung, Selasa (18/12/2018), adalah contoh nyata. Diskusi yang diinisiasi Lampung Post bekerja sama Pemkab Lampung Barat itu bertajuk Budaya Sekala Bkhak (Kerajaan Adat Paksi Pak) dalam Merekatkan Harmonisasi Masyarakat.
Tema diskusi itu untuk menjawab sejarah keberadaan Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Bkhak yang pengaruhnya berada di sepanjang pesisir mulai dari Lampung Barat, Pesisir Barat, Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran, Bandar Lampung, Way Handak hingga ke Melinting, Lampung Timur. Jadi sangat wajar apabila koran tertua menghelat diskusi sebagai catatan penting di pengujung akhir tahun 2018 ini.
Hasilnya paling tidak untuk anak-anak bangsa yang hidup di era milenial. Jejak adat budaya itu terdokumentasi dengan baik. Jika tidak, akan tergerus kemajuan zaman–di era digital. Inilah ide dasar, mengapa FGD dilakukan – untuk menghasilkan dan menyempurnakan literasi Sekala Bkhak yang ada dengan penelitian secara mendalam dan berkelanjutan.
Empat Paksi
Sekala Bkhak dimiliki empat paksi (Bejalan Di Way, Belunguh, Nyerupa, dan Pernong) memiliki batas-batas kewilayahan. Dalam perjalanan sejarah dan budaya, Kerajaan Sekala Bkhak memberikan kontribusi besar dalam merekatkan berbagai unsur masyarakat yang mendiami Lampung.
Kepaksian Pernong memulainya dengan angkon muakhi–mengangkat warga Tionghoa dan Bali menjadi saudara. Sangat terasa sekali Sekala Bkhak mewarnai kehidupan anak bangsa. Apalagi Sekala Bkhak juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kerajaan adat di nusantara.
Buktinya? Sekala Bkhak dari Kepaksian Pernong–membawa nama Paksi Pak, dalam jumlah pasukan yang sangat besar selalu hadir pada Festival Keraton Nusantara (FKN) baik tingkat nasional maupun Asia Tenggara setiap tahunnya. Terakhir 2018 ini, berlangsung di Pagaruyung dan Sumenep, Madura, langsung dihadiri Presiden Joko Widodo bersama bangsa-bangsa serumpun termasuk dari Timor Leste.
Banyak pelajaran sejarah, budaya, bahasa, dan aksara, ternyata Sekala Bkhak memiliki nilai-nilai spritual, moral, etis, estetis dalam dinamika kehidupan bermasyarakat. Hadirnya para akademisi, praktisi sejarah dan budaya dalam FGD Sekala Bkhak Menjawab Sejarah itu, agar hasilnya bisa dipertanggungjawabkan secara akademik.
Berbenah
FGD membangunkan tidur panjang. Tokoh Lampung yang hadir hari itu tergugah untuk berbenah agar Sekala Bkhak bangkit di era milenial. Hadir di situ, Saibatin Paksi Pak Sekala Bkhak, raja jukuan marga, penyimbang, dan perwakilan suku Bali, serta warga Tionghoa.
Pembicara dari Kepaksian Pernong, M Soleh sadar berucap, ada kendala yang dihadapi ketika ia mengungkap sejarah kerajaan. “Ada satu massa yang menabukan literasi sehingga terjadi keterputusan sejarah dalam penelitian,” kata dia. Hal yang sama disampaikan pengamat budaya dan sejarah dari Universitas Lampung (Unila) Ali Imron dan Hendri Siswanto.
Sejak 2004 Soleh meneliti peradaban di Sekala Bkhak. Kerajaan ini, kata dia, memenuhi semua parameter dalam konteks tata negara. Ada raja, ada rumah tangga dengan kelengkapannya, kegiatan sosial, serta penghargaan masyarakat. Semua itu ada dan eksis hingga hari ini. Hal itu juga diperkuat wakil dari Kepaksian Bejalan Diway, Wirda Puspa Negara.
Paksi Pak Sekala Bkhak, kata Wirda, mempunyai prinsip: bersatu tidak bersekutu, berpisah tidak bercerai. Pernyataan Wirda diamini peneliti dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) Safari Daud. “Empat paksi Sekala Bkhak membagi wilayah dan kekuasaannya. Namun keempatnya tidak pernah terdengar ada peperangan antarpaksi,” ujar dia.
Baca juga : https://lampost.co/epaper/kolom/refleksi/bahasa-kubu/
Harmoni
Penelitian yang dilakukan Safari juga terungkap bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, Sekala Bkhak mengedepankan prinsip harmoni. Memahami perbedaan yang tidak bisa bersatu, namun dapat menjadi satu kesatuan. “Ini membuktikan prinsip Bhinneka Tunggal Ika sudah diterapkan kerajaan tersebut,” kata Safari lagi.
Lalu bagaimana proses Islamisasi di Kerajaan Adat Sekala Bkhak? Safari juga menjelaskan dengan pendekatan dakwah budaya setempat, sehingga Islam sangat mengakar kuat pada masyarakat. Berbeda dengan kerajaan lainnya di Tanah Air–dengan berdakwah secara syariah Islam, seperti Deli dan Aceh. Bahkan, Sekala Bkhak mempunyai hubungan erat persahabatan dengan Islam Turki. Sangat menarik untuk didalami dalam penelitian.
Di akhir FGD yang dimoderatori Guru Besar Unila Prof Sudjarwo itu, forum bersepakat, harus ada penelitian lanjutan terkait perkembangan sejarah Sekala Bkhak. Mengapa? Karena sangat penting menyejarahkan sejarah ke generasi milenial. Para saibatin juga sudah saatnya memikirkan berdirinya Sekala Bkhak Foundation. Tugasnya? Mewariskan sejarah kepada anak bangsa yang hidup di era digitalisasi agar adat dan budaya tidak punah!