Bandar Lampung (Lampost.co)–Kehidupan yang keras tidak menghentikan semangat seorang kakek bernama Poniran untuk berjuang demi mencukupi kehidupan keluarganya. Ia rela mengayuh sepeda tuanya untuk berkeliling Bandar Lampug berjualan pisang.
Saat berkeliling, kulit tangannya harus terpapar sinar matahari langsung, karena baju yang dipakai tidak berlengan panjang. Tapi walaupun memakai pakaian sederhana ditambah topi hitam, kakek Poniran dengan senyuman tulusnya menunggu pembeli yang menghampiri.
Cerita perjuangan kakek Poniran yang menginspirasi ini diceritakan kepada Lampost.co di pinggir jalan Ratu Dibalau, Kecamatan Tanjung Senang, Bandar Lampung. Ia terlihat sedang beristirahat setelah kakinya mengayuh sepeda sejak pagi hari.
Meskipun usianya telah mencapai 74 tahun, kakek Poniran tetap tekun berjualan pisang setiap hari dengan menggunakan sepeda ontel warisan masa muda. Menurutnya, jarak paling dekat yang pernah ditmpuh untuk berjualan pisang adalah 1 km.
“Rumah saya sekitar sinilah gak jauh amat, tiap pagi beginilah aktivitas jual pisang di pinggir jalan,” kata kakek Poniran. Sabtu, 8 Juli 2023.
Sebagai tulang punggung keluarga, kakek Poniran telah mengabdikan dirinya dalam dunia dagang pisang selama puluhan tahun. Ketiga anaknya dan cucu-cucunya menjadi motivasi utamanya untuk terus berusaha keras.
Meskipun menurutnya, penghasilan dari penjualan pisang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi kakek Poniran tetap bersyukur atas rejeki yang telah diberikan oleh Tuhan.
Dalam setiap kesulitan yang dihadapinya, kakek Poniran mempertahankan semangat seorang pemuda. Ia menjadikan prinsip sebagai orang tua yang tidak mengharapkan belas kasihan dari orang lain, tetapi berusaha mencari rejeki dengan usaha dan kerja keras.
“Sekarang sudah punya cucu saya, dari hasil dagang pisang ini lumayan syukuri aja apa yang sudah diberikan allah,” katanya.
Kakek Poniran bercerita bahwa dahulu kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi karena dibantu oleh penghasilan istrinya sebagai seorang penjahit. Tapi, saat ini penglihatan istrinya sudah tidak memungkinkan untuk menjahit seperti dahulu, kakek Poniran tetap gigih berjuang sendirian.
“Istri saya ada dirumah, dulu dia penjahit sekarang sudah tidak lagi karena matanya sudah rabun,” katanya.
Keberhasilan dalam berdagang pisang tidak terlepas dari kebaikan hati para pengendara yang melintas. Mereka sesekali berhenti dan membeli dagangan yang dijual oleh kakek Poniran. Meskipun ada pembeli yang mencoba menawar harga, kakek Poniran tetap tersenyum dan melayani dengan tulus.
Baginya, setiap penjualan adalah berkah, meski hanya memberikan keuntungan sedikit.
“Semuanya itu harus disyukuri, kita bisa hidup dengan menghirup oksigen yang gratis diberi oleh Tuhan, juga harus disyukuri,” kata kakek Poniran.
Saat matahari mulai terbenam di ufuk barat, kakek Poniran merapikan dagangannya dan melipat terpal yang melindunginya dari panas matahari. Waktu itu adalah saatnya baginya untuk pulang dan istirahat setelah seharian berjuang.
Meskipun tidak ada kepastian mengenai hasil penjualannya setiap harinya, kakek Poniran merasa bahagia karena telah berusaha untuk keluarganya yang terdiri dari tiga orang anak yang telah memiliki keluarga sendiri.
Perjuangan dan semangat hidup kakek Poniran merupakan cerminan keberanian dan keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan. Meski usianya tidak lagi muda, kakek Poniran tetap bersemangat untuk mencari nafkah demi keluarganya
Putri Purnama