Jakarta (Lampost.co) — Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan pemerintah mengalihkan setengah dari kuota tambahan haji 2024 sebanyak 20 ribu orang kepada haji plus tanpa konsultasi dengan DPR. Menurutnya, perubahan ini seharusnya melibatkan dialog dan pertimbangan dari DPR agar keputusan yang diambil lebih komprehensif.
“Kami mendengar alasan pemerintah mengenai perubahan sistem di Saudi Arabia yang menyebabkan pengalihan setengah kuota 20.000 ini untuk haji plus. Namun, sangat disayangkan karena tidak dikonsultasikan dengan DPR. Apa susahnya membuka ruang dialog dan membicarakan ini bersama-sama?” kata Luluk, di Makkah, mengutip Mediaindonesia.com, Kamis, 20 Juni 2024.
Luluk menekankan, dalam mengambil keputusan, pemerintah seharusnya tetap mempertimbangkan masukan dari DPR. Terutama terkait undang-undang dan kesepakatan yang telah dibuat bersama Kementerian Agama (Kemenag).
Baca juga: Panas Ekstrem di Arab Saudi Sebabkan 577 Jemaah Haji Meninggal
“Pemerintah tidak berada di posisi yang aktif dalam hal penyesuaian atau sistem E-Hajj yang di luncurkan oleh Saudi Arabia. Hal ini seharusnya di sampaikan oleh Kemenag agar kami di DPR juga bisa memahami perubahan yang terjadi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Luluk menyoroti kurangnya informasi yang DPR terima mengenai negosiasi yang oleh Kemenag. “Jika Kemenag mentok dalam negosiasi, kami perlu tahu. Namun, yang terjadi sekarang, kami tidak mendapatkan informasi apa pun. Ini berarti pemerintah sengaja mengambil keputusan sepihak,” tegasnya.
Jual Kuota
Luluk juga menyinggung adanya desas-desus yang menyebutkan bahwa kuota haji di jual dengan harga tertentu. “Kami mendengar desas-desus yang sangat tidak mengenakkan bahwa kuota ini di jual dan ada pihak-pihak yang harus mengeluarkan sejumlah uang atau dolar tertentu untuk mendapatkan percepatan haji tahun ini, padahal seharusnya masih beberapa tahun lagi,” ujarnya.
Menurut Luluk, pansus perlu menyelidiki lebih lanjut karena berpotensi melanggar aturan dan undang-undang. “Jangan sampai jemaah haji yang punya niat baik malah di hegemoni oleh pemerintah. Ini soal ibadah, dan jemaah harus sabar. Namun, sabar tidak ada kaitannya dengan mismanajemen, pelayanan yang sembrono, atau tindakan-tindakan yang melanggar aturan,” tandasnya.
Luluk berharap pansus dapat menyelidiki masalah ini secara mendalam untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam penyelenggaraan haji. “Ini penting menjadi catatan kita bersama,” pungkasnya.