Jakarta (Lampost.co)— Nama Fedi Nuril selama ini publik kenal luas lewat deretan film religi yang menyentuh hati penonton.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, publik mengenalnya bukan hanya sebagai aktor berbakat. Tetapi juga sebagai salah satu suara oposisi paling tegas dari kalangan selebritas Indonesia.
Sosok tenang Fedi ternyata menyimpan bara—sebuah keresahan yang akhirnya tak bisa lagi ia bendung.
Dari layar perak ke panggung opini publik, Fedi kini lebih sering terlihat membagikan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah. Terutama sejak periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Bukan resah lagi, saya udah marah sih sebenarnya,” kata Fedi Nuril.
Bukan Gimik, Tapi Nurani yang Terusik
Berbeda dari anggapan bahwa selebritas hanya “cari panggung” lewat politik. Fedi dengan tegas menyatakan dirinya sejak lama sudah melek sosial dan politik.
Namun, menurutnya, keputusan politik tertentu dalam lima tahun terakhir membuatnya tak bisa lagi diam.
“Saya tuh dari dulu memang tertarik dengan sosial-politik. Tapi dulu masih bisa pasif, karena belum mengusik nurani saya,” jelasnya.
Puncaknya, ketika Presiden Jokowi mengajak Prabowo Subianto masuk ke kabinet, Fedi merasakan benturan batin yang besar. Ia menyebut keputusan itu sebagai bentuk tidak adanya empati terhadap keluarga korban penculikan 1998.
“Itu kayak menginjak luka yang belum sembuh. Korban belum pulang. Tapi terduga pelaku malah mendapat kursi kekuasaan. Buat saya, kepercayaan mulai hancur di situ.”
Fedi Nuril memang identik dengan peran-peran lelaki ideal yang lembut dan saleh. Namun kini, ia tampil sebagai sosok pria yang lantang, kritis, dan tidak ragu menyuarakan kebenaran menurut versinya, meski harus bersinggungan dengan penguasa.
Fedi secara gamblang mengungkap sederet kebijakan yang menurutnya makin jauh dari prinsip keadilan sosial dan nurani rakyat. Mulai dari pelemahan KPK, kontroversi UU Cipta Kerja, putusan mahkamah Konstitusi soal usia capres-cawapres.
Munculnya Gibran sebagai cawapres, hingga dukungan Jokowi terhadap Prabowo di Pilpres 2024
“Itu semua seperti rangkaian puzzle. Dan ketika saya lihat gambaran utuhnya, saya sadar, saya nggak bisa lagi pasif, harus bersuara.”
Aktif di Media Sosial, Bukan untuk Viral
Fedi tak hanya bicara di balik layar. Ia aktif menyuarakan pendapat melalui akun X (dulu Twitter), memanfaatkan platform tersebut untuk menyampaikan kritik. Menganalisis kebijakan, hingga membongkar ironi yang terjadi di balik panggung kekuasaan.
“Saya enggak takut mendapat sebutan buzzer oposisi atau apapun itu. Selama saya bicara dari hati, bukan settingan.”
Ia bahkan menyatakan terang-terangan tidak ingin Prabowo Subianto menang dalam Pilpres 2024. Baginya, kemenangan itu adalah hasil dari manuver kekuasaan yang terlalu kentara.
Suara Seniman untuk Demokrasi
Dalam dunia hiburan yang seringkali memilih aman, Fedi Nuril tampil berbeda. Ia tidak takut dikritik, di boikot, atau kehilangan proyek. Ia percaya bahwa seniman memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Bukan hanya memproduksi hiburan.
“Kalau cuma berdiam demi tetap disukai semua orang, saya rasa itu bukan pilihan yang benar sekarang.”