• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • E-Paper
Sabtu, 24/05/2025 00:07
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
Home Hiburan

10 Film Perang Kerajaan Terbaik

Dengan gaya penceritaan santai nan mendalam, visual yang keren, dan akting mumpuni, deretan film perang kerajaan terbaik ini sukses membawa kita traveling melintasi waktu ke era penuh konflik dan kejayaan.

Denny ZYbyDenny ZY
15/03/25 - 15:16
in Hiburan
A A
film perang kerajaan terbaik

(Ilustrasi)

Bandar Lampung (Lampost.co) — Genre film perang kerajaan selalu menarik dengan adegan epik dan intrik sejarahnya. Dalam kurun beberapa tahun terakhir, banyak film kolosal berlatar kerajaan yang mendapat rating tinggi dan populer di kalangan penonton. Berikut 10 film perang kerajaan terbaik rilisan sekitar 2015–2022 lengkap dengan ulasan singkat, rating, dan analisis mengapa film-film ini begitu istimewa. Mari kita telusuri satu per satu!

Poin Penting:

  • Film perang kerajaan terbaik ini punya kejutan epik!
  • Aksi brutal dan strategi licik, siapa yang menang?
  • Intrik kerajaan penuh pengkhianatan, siapa yang bertahan?

1. The Woman King (2022)

Terinspirasi kisah nyata, The Woman King mengikuti General Nanisca dan pasukan wanita tangguh Agojie yang melindungi Kerajaan Dahomey (Afrika Barat) pada 1820-an. Film ini menampilkan perjuangan Dahomey melawan penjajahan dan perdagangan budak, dengan fokus pada kekuatan dan persatuan para pejuang wanitanya. Ceritanya mengalir seru, penuh aksi peperangan kerajaan yang menegangkan, sekaligus menyelipkan drama persaudaraan dan pengorbanan.

Baca juga: 10 Film Perang Terbaik Berdasarkan Kisah Nyata: Heroik, Tragis, dan Menginspirasi

Ulasan & Rating:

The Woman King mendapat sambutan kritis luar biasa – 94% skor Rotten Tomatoes dan skor Metacritic sekitar 77 yang menandakan ulasan positif secara umum​. Penonton juga antusias; film ini disebut “lebih dari sekadar film laga sejarah, mampu menghidupkan masa lalu dengan semangat dan imajinasi”. Aktris Viola Davis dan para pemeran mendapat pujian habis-habisan atas performa mereka yang kuat.

Analisis Mendalam:

Keunikan The Woman King terletak pada sudut pandang yang jarang diangkat – prajurit wanita Afrika yang gagah berani. Gaya penyutradaraan Gina Prince-Bythewood membuat film ini terasa segar, mengalir santai tapi menghentak saat adegan aksi. Sinematografinya memukau dengan setting Afrika yang jarang terlihat di genre perang kerajaan. Soal akurasi sejarah, ada sedikit dramatisasi, namun semangat perjuangan Dahomey melawan penjajah tersampaikan dengan kuat. Kombinasi elemen-elemen tersebut membuat The Woman King bukan hanya seru, tapi juga menginspirasi bagi penonton masa kini.

2. The Northman (2022)

Kisah balas dendam bergaya saga Viking. The Northman mengikuti Amleth, putra raja di Skandinavia abad ke-9, yang menyaksikan ayahnya tewas oleh pamannya sendiri. Bertahun-tahun kemudian, Amleth tumbuh menjadi prajurit ganas yang bertekad menuntut takhta dan membalas dendam. Film ini seperti legenda Nordik hidup: ada penjelajahan negeri bersalju, duel kapak, ritual kuno, hingga serbuan kapal Viking. Meski premisnya sederhana (anak raja balas dendam), penyajiannya penuh atmosfer mitos dan adegan perang brutal.

Ulasan & Rating:

Sutradara film ini adalah Robert Eggers. The Northman mendapat apresiasi tinggi dari kritikus dengan 90% ulasan positif di Rotten Tomatoes​. Konsensus kritikus menyebut film ini “epik balas dendam yang berdarah dan memukau secara visual”. Dengan Eggers berhasil memperluas skala tanpa mengorbankan gaya khasnya​. Skor Metacritic-nya 82 menandakan universal acclaim. Kritikus memuji akurasi detail era Viking dan kualitas produksi yang spektakuler – “perpaduan akting dan craftsmanship menghasilkan blockbuster yang luar biasa”.

Analisis Mendalam:

Keunikan The Northman ada pada visinya yang lirikal tapi garang. Sinematografi film ini benar-benar menonjol – banyak frame indah bak lukisan namun sekaligus sadis. Eggers memasukkan elemen mistis budaya Viking (dari ramalan hingga ritual) yang membuat suasana terasa mendalam dan atmosferik. Soal dampak, film ini disebut sebagai salah satu epik Viking terbaik dalam tahun-tahun terakhir, membawa kita merasakan kehidupan kasar zaman itu dengan nyata. Meskipun ceritanya klasik, presentasinya “bold, gritty, and downright awesome” – berani, kelam, dan keren abis menurut para reviewer​. Bagi pecinta film perang kerajaan berlatar Skandinavia, The Northman memberikan pengalaman unik yang sulit terlupakan.

3. The Last Duel (2021)

Berlatar Perancis abad ke-14 di masa Perang Seratus Tahun, The Last Duel mengisahkan perselisihan antar kesatria yang berujung duel hidup-mati atas perintah raja. Cerita fokus pada Jean de Carrouges (Matt Damon) dan Jacques Le Gris (Adam Driver) yang dulunya sahabat. Lalu keduanya bermusuhan setelah istri Carrouges (Jodie Comer) menuduh Le Gris melakukan kejahatan keji. Ridley Scott menyajikan kisah ini dari tiga perspektif berbeda (ala Rashomon), membangun tensi menuju duel klimaks yang brutal. Nuansa kerajaan terasa kental – dari istana, baju zirah, hingga adu kehormatan di arena duel terakhir kerajaan.

Ulasan & Rating:

The Last Duel mendapat apresiasi positif – 85% kritik Rotten Tomatoes menyukainya​. Konsensus kritikus menyebut film ini “tetap menjadi drama yang diperankan dengan baik dan memancing pemikiran”, meski upayanya mengkritik misogini sistemik dinilai kurang menggigit​. Skor audiens pun solid sekitar 81%​. Metacritic memberikan nilai 67 (favorabel)​. Banyak pujian diarahkan pada akting para bintang dan detail produksi abad pertengahan yang meyakinkan.

Analisis Mendalam:

Secara unik, Ridley Scott menyajikan duel terakhir yang tercatat dalam sejarah Perancis ini dengan struktur cerita non-linear. Sehingga penonton diajak menilai sendiri kebenaran di balik konflik. Sinematografinya suram sesuai era, menggambarkan kerasnya kehidupan feodal. Adegan duel klimaks disebut-sebut sangat intens dan realistis, membuat penonton menahan napas. Meskipun bukan film perang besar-besaran, The Last Duel menawarkan sisi lain film perang kerajaan – yakni pergulatan kehormatan pribadi dalam konteks hukum dan kekuasaan monarki. Film ini juga memantik diskusi modern tentang keadilan bagi korban, menjadikannya relevan sekaligus kolosal.

4. The King (2019)

Drama kolosal Netflix ini mengangkat kisah Pangeran Hal (Timothée Chalamet) yang enggan menjadi raja. Namun ia harus naik takhta sebagai King Henry V di Inggris abad ke-15. The King mengadaptasi beberapa naskah Shakespeare Henriad dengan sentuhan realistis. Cerita berpusat pada perjalanan Henry V muda yang harus meninggalkan hidup santainya dan memimpin perang melawan Perancis – termasuk Pertempuran Agincourt yang legendaris. Sepanjang film kita melihat intrik istana, pengkhianatan, dan transformasi Hal dari remaja bandel menjadi raja perkasa.

Baca juga: 10 Film Perang Terbaik: Kisah Heroik, Strategi, dan Aksi Mendebarkan

Ulasan & Rating:

Secara kritik, The King mendapat sambutan cukup baik meski tidak spektakuler – sekitar 71–72% di Rotten Tomatoes​ dengan Metacritic ~61. Konsensus kritikus menyebut “meski tak seagung epik klasik, The King tetap menghibur berkat produksi yang apik dan kharisma Chalamet. Film ini mendapat pujian karena mengambil pendekatan lebih membumi terhadap cerita Henry V, meski beberapa merasa temponya lambat.

Analisis Mendalam:

Daya tarik utama The King ada pada atmosfernya yang kelam dan realistis. Sinematografinya cenderung abu-abu dingin, memberi kesan medival yang muram dan gritty. Adegan perangnya – terutama Agincourt – digarap intens dengan lumpur dan hujan panah, terasa mentah dan brutal alih-alih glamor. Uniknya, film ini banyak mengeksplorasi beban emosional seorang raja muda. Bukan hanya fokus ke aksinya, tapi juga psikologi Hal yang terbebani takhta. Gaya dialognya agak puitis (adaptasi Shakespeare), namun mendapat penyederhanaan agar mudah mengikutinya. Secara keseluruhan, The King menawarkan pandangan segar tentang raja legendaris Henry V dengan gaya santai tapi menusuk. Cocok bagi penonton yang menyukai drama kerajaan yang lebih introspektif.

5. Kingdom (2019)

Beralih ke Timur Jauh, Kingdom adalah film Jepang yang mengadaptasi manga populer berlatar Tiongkok Zaman Negara Berperang (periode Qin, sekitar 245 SM). Ceritanya mengikuti pemuda yatim piatu bernama Xin yang bercita-cita menjadi Jenderal besar. Ia terlibat petualangan melindungi Raja Qin muda (Ying Zheng) yang terusir oleh kudeta. Duo ini bekerja sama merebut kembali takhta Qin, dengan bantuan sekutu dan pertumpahan darah di medan perang. Kingdom menyuguhkan aksi silat kolosal: duel samurai vs pendekar Tiongkok, pasukan panah, hingga pertarungan satu lawan satu di istana.

Ulasan & Rating:

Mengejutkan, film ini mendapat rating kritikus sangat tinggi – 94% di Rotten Tomatoes​ (meski hanya 16 ulasan kritikus, menandakan respon positif kuat). Penonton pun menyambut hangat, apalagi penggemar manga-nya. Secara komersial, Kingdom laris di Jepang dengan pendapatan sekitar 5,7 miliar Yen (±$50 juta)​. Kritikus memuji aksi laga yang seru dan set kostum-artistik yang niat, walau ceritanya klise pahlawan muda.

Analisis Mendalam:

Kingdom unik karena perpaduan budaya Jepang dan Tiongkok. Selain itu juga karena sutradaranya orang Jepang, tentang sejarah Tiongkok, diangkat dari komik. Hasilnya, film ini berwarna sekali: adegan tarung bergaya wuxia (silat fantasi) berpadu dengan dramatisasi ala anime. Alur ceritanya ringan dan mengalir santai, mudah menikmatinya, seperti kisah petualangan.

Bagi penonton genre film perang kerajaan, Kingdom memberikan variasi era (Tiongkok kuno) yang menyegarkan dari dominasi film medieval Eropa. Meski bukan film yang terlalu “berat” secara tema, Kingdom sukses memikat dengan semangat kepahlawanan muda, visual keren, dan aksi kolosal yang menghibur.

6. Outlaw King (2018)

Kembali ke Eropa, Outlaw King mengisahkan perjuangan Robert the Bruce dalam membebaskan Skotlandia dari kekuasaan Inggris pada awal 1300-an. Setelah kematian William Wallace, Robert the Bruce (Chris Pine) menjadi Raja Skotlandia lalu langsung mendapat anggapan sebagai pemberontak (“outlaw”) oleh Inggris. Film Netflix ini menampilkan strategi guerilla warfare Bruce melawan tentara Inggris yang jauh lebih besar, hingga puncaknya Pertempuran Loudoun Hill. Penonton dapat menyaksikan pemandangan dataran Skotlandia nan indah sekaligus laga pedang, kavaleri, dan taktik perang ala abad pertengahan.

Ulasan & Rating:

Outlaw King mendapat ulasan beragam (mixed). Skor Rotten Tomatoes sekitar 62–63% (hanya sedikit di atas ambang fresh)​. Konsensus kritik menyebut film ini penuh adegan perang berdarah-lumpur yang seru, namun narasinya agak datar dan terputus-putus. Metacritic memberi nilai ~59, menandakan respon yang biasa saja. Banyak yang membandingkan dengan Braveheart (1995) – meski tidak seikonik film pendahulunya, Outlaw King tetap menghibur untuk penonton pecinta sejarah Skotlandia.

Analisis Mendalam:

Kekuatan Outlaw King ada pada produksi yang mendetail dan adegan pertempuran yang realistis. Sutradara David Mackenzie tak ragu menampilkan kekejaman perang. Darah, lumpur, dan stamina para prajurit tergambar apa adanya. Gaya penceritaannya cukup to the point, membuat penonton langsung terjun ke konflik tanpa banyak basa-basi. Meskipun secara drama karakter terasa kurang digali mendalam, film ini berhasil menonjolkan semangat kemerdekaan Skotlandia.

Bagi yang menyukai latar sejarah Inggris-Skotlandia, film ini semacam kelanjutan kisah setelah Braveheart. Menunjukkan babak perjuangan lain dengan sudut pandang Robert the Bruce. Secara keseluruhan, Outlaw King mungkin bukan yang terbaik di genre ini, tapi tetap layak tonton berkat aksi kolosal dan atmosfer abad 14 yang kuat.

7. Shadow (2018)

Dari maestro Zhang Yimou, Shadow (影) adalah film perang kerajaan bergaya wuxia yang artistik dan penuh intrik. Berlatar masa Tiga Kerajaan fiksi, cerita fokus pada seorang panglima yang menggunakan “shadow” – pria mirip dirinya – untuk menggantikan posisi dalam rencana merebut kembali kota penting. Sambil raja dan panglima siluman ini bermain strategi, konflik memanas antara Kerajaan Pei dan musuh mereka, Kerajaan Yang. Alur memuncak pada duel klimaks satu lawan satu yang indah dan mematikan di tengah hujan. Shadow bukan perang besar-besaran ala ribuan pasukan. Tapi lebih ke strategi istana dan duel kehormatan dengan latar kerajaan Tiongkok kuno.

Baca juga: 10 Film Perang Dunia 2 Terbaik: Kisah Heroik, Akurasi Sejarah, dan Sinema Spektakuler

Ulasan & Rating:

Secara kritis, Shadow mendapat pujuan sebagai karya puncak Zhang Yimou dalam satu dekade terakhir. Rotten Tomatoes mencatat sekitar 94% ulasan positif dan skor Metacritic 81/100, menandakan critical acclaim. Konsensus menyebut film ini “sangat indah secara visual dan koreografi laga yang inventif”, benar-benar pesta seni beladiri yang memanjakan mata​. Banyak kritikus terpesona dengan palet warna hitam-putihnya yang unik (dengan cipratan darah merah sebagai kontras).

Analisis Mendalam:

Shadow menonjol berkat estetika visual yang luar biasa – hampir seluruh film tampil dalam nuansa monokrom laksana lukisan tinta Cina. Setiap adegan bak paduan tarian dan pertarungan; perisai bundar digunakan layaknya senjata yang menari. Gaya sinematografi ini memberikan pengalaman berbeda dibanding film perang kerajaan lainnya. Meski alurnya agak kompleks dengan intrik politik, ritme penceritaan tetap mengalir dan menarik.

Zhang Yimou juga cukup setia pada spirit cerita klasik Asia Timur, sehingga bagi penonton yang bosan dengan epik Eropa, Shadow menawarkan cita rasa epik kerajaan Timur yang segar. Film ini membuktikan bahwa perang kerajaan bisa disajikan dengan indah dan puitis tanpa mengurangi ketegangan.

8. The Great Battle (2018)

Di Asia Timur, The Great Battle (judul Korea: Ansi Fortress) adalah film kolosal yang mengisahkan Pertempuran Benteng Ansi tahun 645 M. Cerita berfokus pada Jenderal Yang Man-chun dan pasukan Goguryeo (Korea kuno) yang bertahan di Benteng Ansi melawan serbuan besar-besaran tentara Dinasti Tang dari Tiongkok. Dengan pasukan jauh lebih sedikit, pertahanan Ansi menggunakan kecerdikan taktik, mulai dari pemanah ahli, jebakan benteng, hingga pertarungan langsung di tembok. Film ini penuh adegan laga heroik – bayangkan 300 versi Asia, di mana sekelompok kecil prajurit mempertahankan kastil melawan ribuan musuh.

Ulasan & Rating:

The Great Battle mendapatkan rating tinggi di Korea maupun internasional. Rotten Tomatoes mencatat sekitar 86% ulasan positif​. Banyak pujian diarahkan pada skala pertempuran yang megah dan koreografi perang yang mendebarkan. Meski tidak se-terkenal judul Hollywood, film ini dianggap salah satu film perang kerajaan terbaik dari Korea dalam dekade terakhir. Penonton yang menyukai aksi nonstop dijamin terpuaskan – adegan pengepungan Ansi berlangsung panjang dan intens.

Analisis Mendalam:

Daya tarik utama The Great Battle jelas pada adegan aksinya. Sutradara Kim Kwang-sik berhasil menampilkan spektakel perang berjam-jam tanpa terasa membosankan. Sinematografinya menyorot formasi pasukan, hujan panah gelap menghujani langit, hingga duel one-on-one yang heroik di atas gerbang benteng – semuanya dikemas sinematik.

Selain aksi, film ini juga mengangkat nasionalisme dan pengorbanan; kita dibuat peduli dengan para prajurit Ansi yang tahu kemungkinan menang tipis namun tetap bertahan mati-matian. Bagi yang suka strategi pertahanan kastil, film ini kaya akan taktik perang (seperti minyak panas, serangan balik kejutan, dll). The Great Battle menunjukkan era dan wilayah populer lain dalam genre perang kerajaan – Korea kuno – yang tak kalah epik dan penonton menggemarinya.

9. Baahubali 2: The Conclusion (2017)

Baahubali 2 adalah lanjutan saga epik India yang fenomenal. Melanjutkan akhir film pertama, kisahnya mengungkap nasib Amarendra Baahubali dan pengkhianatan yang terjadi di kerajaan Mahishmati. Mahendra Baahubali (putra Amarendra) bangkit memimpin pemberontakan untuk merebut kembali tahta dari tiran Bhallaladeva.

Film ini penuh adegan perang kolosal: dari pasukan gajah, formasi perang kreatif, pertarungan satu lawan satu para ksatria, hingga aksi heroik bak dewa. Skala produksinya sangat megah – tak heran Baahubali 2 memecahkan rekor box office India dan mendunia.

Ulasan & Rating:

Secara global, Baahubali 2 mendapat pujian tinggi. Rotten Tomatoes mencatat 88% ulasan kritikus positif (dari 26 review) dengan rating rata-rata 7.6/10​. Film ini bahkan masuk daftar “Best Off the Radar Films 2017” versi Rotten Tomatoes, dengan deskripsi “perpaduan layaknya kawin paksa antara Ben-Hur dan Kung Fu Hustle, berbumbu masala khas India”. Artinya, film ini gado-gado: ada drama kerajaan ala Ben-Hur, tapi juga aksi over-the-top nan seru ala kung-fu yang menghibur. Penonton luas pun menyukainya – skor audiens tinggi dan banyak yang terpesona oleh visual serta ceritanya.

Analisis Mendalam:

Baahubali 2 boleh kita sebut menetapkan standar baru untuk film kolosal India. Keunikan film ini pada keberaniannya menggabungkan unsur mitologi, aksi fantasi, dan drama keluarga dalam balutan perang kerajaan. Sutradara S.S. Rajamouli menghadirkan sinematografi warna-warni dan visual effects canggih yang jarang terlihat di sinema Asia Selatan sebelumnya. Adegan-adegan seperti pasukan membentuk “piramida manusia” menerobos benteng, atau duel klimaks di mana Baahubali mengayunkan gadanya, membuat penonton bersorak. Meskipun terkadang logika berpikir harus ditanggalkan (karena beberapa aksi sengaja dibuat superhero-like), justru itulah hiburannya.

Seri Baahubali juga memperkenalkan dunia fiksi Mahishmati yang kaya, sampai-sampai penonton seakan mengenal geografis dan adat kerajaan tersebut. Tak heran wilayah dan era fiksi ini jadi sangat populer di kalangan penggemar genre perang kerajaan, membuktikan bahwa tidak selalu perlu kisah sejarah nyata untuk memikat hati – fantasi epik pun bisa!

10. Baahubali: The Beginning (2015)

Inilah awal dari saga Baahubali. Baahubali: The Beginning memperkenalkan kita pada Shivudu (Mahendra Baahubali muda) yang tumbuh di desa, tidak tahu asal-usul kerajaannya. Awal petualangannya saat ia menemukan identitasnya sebagai pewaris Mahishmati dan melihat penindasan yang Bhallaladeva lakukan. Film pertama ini penuh momen ikonik – dari adegan Shivudu mengangkat Shivalinga (patung dewa) dengan tangan kosong, pendakian air terjun, romansa dengan prajurit perempuan Avantika, hingga pertempuran besar pertama melawan pasukan Kalakeya yang buas. Akhir cerita cliffhanger mengejutkan tentang pengkhianatan di istana, membuat penonton tak sabar akan kelanjutannya.

Baca juga: Film Perang Indonesia Terbaik: 10 Kisah Perjuangan yang Menggetarkan Hati

Ulasan & Rating:

Baahubali: The Beginning menuai pujian sebagai pembuka saga yang spektakuler. Skor Rotten Tomatoes mencapai 91% positif​. Kritikus di The Hollywood Reporter menulis, “kisahnya memang sudah sering diceritakan – seorang anak ditakdirkan jadi hebat dan kelak mengalahkan kejahatan – tapi eksekusinya penuh daya pikat visual”​. Secara komersial pun sukses besar, menjadi film India termahal saat itu dan balik modal dengan pendapatan yang melimpah.

Analisis Mendalam:

Film ini berhasil menggebrak karena tak tanggung-tanggung dalam berimajinasi. S.S. Rajamouli menggabungkan elemen folklor India dengan teknologi modern. Hasilnya, setiap adegan seperti dongeng yang menjadi nyata – dari kerajaan fiksi Mahishmati dengan arsitektur megah, kostum dan armor detail, hingga koreografi perang yang kreatif. Baahubali: The Beginning membuka jalan tren baru di perfilman India yang sebelumnya drama realis atau aksi modern yang mendominasi.

Penonton global pun jadi penasaran, sehingga memperluas minat orang terhadap cerita-cerita kerajaan India kuno (bahkan memacu produksi film serupa setelahnya). Gaya penceritaan film ini ringan dan menghibur siapa saja – ada humor, romansa, dan heroisme klasik. Sebagai bagian pertama, film ini sukses membangun dunia dan karakter dengan baik, memastikan franchise Baahubali mencetak tempat tersendiri di genre film perang kerajaan yang paling banyak peminat.

Era dan Wilayah Populer dalam Film Perang Kerajaan

Genre film perang kerajaan terus berkembang dengan latar beragam. Dari ulasan di atas, tampak beberapa era/wilayah favorit penonton: Eropa abad pertengahan (misal The Last Duel, Outlaw King) masih mendominasi dengan kisah ksatria, raja, dan perang feodal. Namun, film berlatar Asia pun kian naik daun – contohnya epik Tiongkok/Korea seperti Shadow dan The Great Battle yang menawarkan eksotisme budaya timur, serta saga India kuno seperti Baahubali yang fenomenal. Penonton jelas menikmati sajian dari berbagai belahan dunia, asalkan ceritanya epik dan memukau penggarapannya. Tren terbaru juga menunjukkan kisah kerajaan Afrika (The Woman King) bisa sukses dan banyak peminat.

Pada akhirnya, terlepas dari latar Eropa, Asia, atau Afrika, film-film di atas membuktikan bahwa perjuangan memperebutkan takhta dan kebebasan bersifat universal. Dengan gaya penceritaan santai nan mendalam, visual yang keren, dan akting mumpuni, deretan film perang kerajaan terbaik ini sukses membawa kita traveling melintasi waktu ke era penuh konflik dan kejayaan. Siapkan diri Anda untuk maraton epik – selamat menonton!

Baca juga: 10 Film Perang Terbaru Paling Seru

Tags: film perangfilm perang kerajaanfilm perang terbaikfilm perang terbaru
ShareSendShareTweet

Berita Lainnya

Armand Maulana Ungkap Pencipta Lagu Dulu Memohon, Kini Tagih Royalti ke Penyanyi

byEffran
23/05/2025

Jakarta (Lampost.co) -- Armand Maulana, vokalis GIGI dan Ketua Umum Vibrasi Suara Indonesia (VISI), mengungkapkan keprihatinannya terhadap perubahan sikap beberapa...

Ariel Noah (Antara/ASPRILLA DWI ADHA)

Ariel NOAH Tegaskan Penyanyi Tak Anti-Izin, Kritik Sistem Royalti Musik yang Menyesatkan

byEffran
23/05/2025

Jakarta (Lampost.co) -- Vokalis band NOAH, Ariel, menyatakan tidak keberatan dengan royalti musik sistem direct license di industri musik Indonesia....

Ariel NOAH (Foto: Poplicist)

Ariel NOAH Soroti Dampak Putusan Kasus Royalti Agnez Mo

byEffran
23/05/2025

Jakarta (Lampost.co) -- Ariel NOAH buka suara soal putusan sidang kasus royalti yang menimpa Agnez Mo. Ia menyebut vonis itu...

Load More
ADVERTISEMENT

Berita Terbaru

Persik vs borneo fc

Borneo Akhiri Musim dengan Kemenangan 2-1 di Markas Persik

23/05/2025

Persija dan Malut United Tutup Musim dengan Hasil Imbang 0-0

Persib Bandung Bertekad Tutup Kompetisi Liga 1 dengan Kemenangan

Apakah Aman Mengonsumsi Kopi Instan Setiap Hari? Ini Penjelasannya

Timnas Indonesia U-23 Masuk Pot 1 Drawing SEA Games 2025

GM PLN UID Lampung Tinjau Kesiapan SPKLU Jelang Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus dan Iduladha 2025

Facebook Instagram Youtube TikTok Twitter

Affiliated with:

Informasi

Alamat 
Jl. Soekarno – Hatta No.108, Hajimena, Lampung Selatan

Email

redaksi@lampost.co

Telpon
(0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi)

Sitemap

Beranda
Tentang Kami
Redaksi
Compro
Iklan
Microsite
Rss
Pedoman Media Siber

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.