Jakarta (Lampost.co) – Pencipta lagu legendaris “Nuansa Bening,” Keenan Nasution, resmi menggugat Vidi Aldiano atas pelanggaran hak cipta. Gugatan ini juga melibatkan Rudi Pekerti sebagai rekan pencipta lagu. Sidang perdana digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu, 28 Mei 2025.
Poin Penting
- Keenan Nasution dan Rudi Pekerti gugat Vidi Aldiano atas pelanggaran hak cipta lagu Nuansa Bening.
- Vidi awalnya tawarkan Rp50 juta, kemudian meningkat menjadi ratusan juta rupiah.
- Tawaran ditolak karena dinilai belum cukup mewakili penghargaan atas karya selama 16 tahun.
- Sidang perdana ditunda ke 11 Juni 2025 karena Vidi tidak hadir.
Vidi Aldiano sebelumnya telah menawarkan uang Rp50 juta sebagai kompensasi. Uang itu ditujukan untuk konser yang telah dan akan dilakukan tanpa izin resmi.
Baca juga : Harry Potter Dibuat Serial TV, HBO Umumkan Pemeran Utama
Namun, Keenan Nasution langsung menolak tawaran tersebut. Meski begitu, kuasa hukumnya, Minola Sebayang, mengapresiasi itikad baik dari pihak Vidi.
Menurut Minola, pihak Vidi memang menyadari adanya kewajiban yang belum dituntaskan. Karena itu, mereka mencoba berdamai melalui pembicaraan informal.
Sayangnya, nilai kompensasi yang kembali ditawarkan belum memenuhi harapan pencipta lagu. Bahkan, tawaran tersebut telah meningkat hingga ratusan juta rupiah.
“Kami anggap nilainya belum merepresentasikan penghargaan atas karya yang telah digunakan selama 16 tahun,” kata Minola.
Ia juga menyebut bahwa nama Vidi Aldiano sudah sangat melekat dengan lagu “Nuansa Bening.” Lagu tersebut turut membentuk karier Vidi di industri musik Indonesia.
Keenan Nasution Harap Nilai Konpensasi Lebih Besar
Meski Vidi telah menunjukkan niat baik, Keenan Nasution menilai apresiasinya masih belum sesuai. Maka itu, gugatan tetap dilayangkan ke pengadilan.
Minola menegaskan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan pelanggaran, tetapi fokus pada ganti rugi yang layak.
“Persoalan ini bukan soal pelanggaran, melainkan nilai patut yang layak dibayarkan,” ujarnya.
Pihak Keenan dan Rudi berharap nilai kompensasi bisa mencapai miliaran rupiah. Mereka menilai nilai tersebut wajar mengingat durasi penggunaan dan dampaknya.
“Eksploitasi selama 16 tahun tentu perlu dihargai adil, apalagi ada dua pencipta yang sudah lanjut usia,” kata Minola.
Sementara itu, sidang perdana ditunda hingga 11 Juni 2025 karena pihak Vidi Aldiano tidak hadir.