Jakarta(Lampost.co)–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua anggota TNI dalam pemeriksaan dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Keduanya hadir sebagai saksi dan akan memberikan keterangan kepada tim penyidik hari ini, Senin, 4 Maret 2024.
“Senin, 4 Maret 2024, tim penyidik KPK benar menjdwalkan pemeriksaan saksi. Atas nama Husni Lelean dan Dede Sobari,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri, Minggu, 3 Maret 2024.
Mengutip Medcom.id, Husni dan Dede merupakan ajudan dari Gubernur nonaktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), yang juga terseret dalam kasus ini. Ali belum membeberkan detail informasi soal pemeriksaan itu, namun surat pemanggilan sudah terkirim ke instansi asal mereka.
“Surat panggilan sudah, termasuk kepada kepala staf AU dan AD sebagai bentuk sinergi permohonan pemeriksaan saksi,” ucap Ali.
Ali berharap keduanya akan hadir dalam pemeriksaan oleh Tim Penyidik KPK hari ini. Sebab perkara yang menyeret tersangka AGK (Abdul Gani Kasuba) dapat selesai.
“Kami tentu berharap kedua saksi tersebut hadir karena keteranganya sangat penting agar perkara tersangka AGK (Abdul Gani Kasuba) dapat selesai. Kemudian kasusnya menjadi jelas serta utuh dugaan perbuatannya,” ujar Ali.
KPK juga membuka peluang untuk mendalami dugaan suap terkait izin tambang nikel di Maluku Utara. Mengingat di sana banyak sekali tambang-tambang nikel yang berdiri.
Wakil Ketua KPK, Alex Marwata mengatakan bahwa Maluku Utara merupakan salah satu wilayah penghasil nikel di Indonesia. Sehingga perlu adanya pemantauan dalam proses perizinannya.
“Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan (suap) yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel,” kata dia.
Menetapkan Tujuh Tersangka
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, termasuk AGK. Kemudian juga Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, dan ajudan AGK, Ramadhan Ibrahim.
Pada perkara ini, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.