• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • E-Paper
Rabu, 02/07/2025 00:44
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
    • BANK LAMPUNG
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
    • BANK LAMPUNG
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
Home Hukum

Butuh Kepastian Hukum dalam Pelaksanaan Kegiatan Sosial

Adi Sunaryo by Adi Sunaryo
11/12/24 - 21:17
in Hukum, Nasional
A A
Kekerasan di Lingkungan Pendidikan. Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa

Denpasar (Lampost.co): Kegiatan sosial membutuhkan kepastian hukum untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, keberlangsungan kegiatan, perlindungan hukum dan manfaat yang lebih luas.

“Budaya gotong-royong dan musyawarah menjadi fondasi kepedulian terhadap sesama. Hal itu merupakan bagian integral dalam kehidupan masyarakat Indonesia.” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Mewadahi Kedermawanan Sosial (Filantropi) dalam Bingkai Hukum, di Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 11 Desember 2024.

Baca juga: Hari Guru Nasional 2024 Momen Refleksi Kepastian Perlindungan Profesi

Diskusi dengan moderator Arimbi Heroepoetri. S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Laode Taufik (Pelaksana Tugas Direktur Potensi dan Sumber Daya Sosial, Kementerian Sosial). Kemudian Hamid Abidin (Koordinator Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas), dan Sita Supomo (Direktur Eksekutif Indonesia untuk Kemanusiaan / IKA) sebagai narasumber. Selain itu, hadir pula Dr. Atang Irawan, S.H., M.Hum (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan) sebagai penanggap.

Pada November lalu, ujar Lestari, Charities Aid Foundation (CAF) mempublikasikan laporan tahunan tentang World Giving Index 2024 atau indeks kedermawanan dunia.

Dalam publikasi tersebut, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, untuk ketujuh kalinya secara beruntun penobatan Indonesia sebagai negara paling dermawan.

Berdasarkan survei terhadap 145.000 responden di 142 negara itu, Indonesia mencapai skor Indeks Kedermawanan Dunia sebesar 74 poin, melampaui Kenya (63 poin) dan Singapura (61 poin).

Menurut Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, indeks kedermawanan sosial yang tinggi melekat dengan konteks sosial budaya suatu negara.

Permasalahan muncul, ungkap Rerie, pelaksanaan sejumlah bentuk kepedulian sosial itu kerap terbentur belum adanya peraturan yang mengakomodasinya.

Berhadapan dengan berbagai tantangan itu, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, filantropi memerlukan bingkai hukum yang tepat untuk mewujudkan kepedulian sosial masyarakat.

Dinamika Perkembangan di Tengah Masyarakat

Pelaksana tugas Direktur Potensi dan Sumber Daya Sosial, Kementerian Sosial, Laode Taufik mengakui peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Indonesia cepat sekali direspons oleh masyarakat.

Peraturan terkait pengumpulan uang dan barang dari masyarakat, tambah Laode, sejatinya sudah ada dan diatur sejak lama, misalnya pada UU No.9/ 1961 tentang Pengumpulan Uang Atau Barang.

Hanya saja dinamika masyarakat dan perkembangan teknologi yang cepat, jelas Laode, perlu diantisipasi dengan kebijakan yang mampu mengakomodasi dinamika itu.

Menurut Laode, upaya pengumpulan uang atau barang harus memenuhi sejumlah persyaratan yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan.

Sebagai misal, jelas dia, terkait tujuan pengumpulan uang atau barang antara lain untuk kepentingan kesejahteraan sosial, bantuan terhadap pengembangan kebudayaan, dan perlindungan satwa.

Selain itu, tambah Laode, penggalangan dana juga harus dilakukan oleh lembaga yang berbadan hukum, perizinan pengumpulan uang dan barang pun diatur secara berjenjang sesuai wilayah pengumpulannya.

Kesulitan Mengurus Izin

Direktur Eksekutif IKA, Sita Supomo berpendapat untuk menjadi penyelenggara pengumpulan uang dan barang sulit untuk mengurus perizinannya.

Karena, jelas Sita, tidak semua lembaga pengumpul dana atau barang memiliki SDM yang memahami berbagai aturan yang berlaku.

Padahal lembaga-lembaga di Indonesia yang mengadvokasi masyarakat terkait lingkungan dan hukum, tambah dia, mendapatkan pendanaan dari lembaga-lembaga internasional.

Sejumlah peraturan pengumpulan uang dan barang yang membatasi masa berlaku, besaran, dan perizinan yang berjenjang. Hal itu menyebabkan upaya masyarakat sipil untuk membiayai berbagai kegiatan advokasi terhadap sejumlah kebijakan itu, semakin terhambat keberlanjutannya.

“Apakah lembaga swadaya masyarakat yang menggalang dana publik untuk mengadvokasi kebijakan lingkungan. Seperti pembukaan hutan untuk lahan tanaman pangan yang merupakan program pemerintah, itu melanggar hukum?” tanya Sita.

Peraturan terkait pengumpulan uang dan barang yang ada saat ini, ujar Sita, terkesan tujuannya hanya untuk penggalangan dalam periode yang terbatas.

Berjuang Merivisi UU Nomor 9 Tahun 1961

Koordinator Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas, Hamid Abidin mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini sedang berjuang untuk merevisi UU No. 9 Tahun 196. Yakni tentang Pengumpulan Uang Atau Barang yang banyak menilai menghambat kegiatan filantropi atau kedermawanan.

Filantropi itu, jelas Hamid, bukan semata cara pengumpulannya, tetapi juga tujuannya seperti advokasi penegakkan hukum, lingkungan, dan sejumlah sektor lain.

Menurut Hamid, filantropi bisa menjadi salah satu instrumen pembiayaan terkait sejumlah program pembangunan seperti SDGs. Tetapi dia sangat menyayangkan regulasi yang ada saat ini tidak mendukung.

Secara umum, tegas Hamid, perkembangan filantropi itu mendapat dukungan sejumlah hal. Antara lain ajaran agama, kredibilitas lembaga filantropi, dan regulasi terkait filantropi.

Diakui Hamid, di Indonesia regulasi masih menjadi masalah dalam proses pengembangan filantropi. Sehingga hal itu perlu upaya untuk merevisi peraturan perundangan yang ada.

Masalah Besar

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan, Atang Irawan mengakui ada problem besar dalam konteks produk legislasi terkait pengumpulan uang dan barang yang tertuang pada UU No.9/1961 tentang Pengumpulan Uang Atau Barang.

Menurut Atang, banyak terjadi perubahan cara pandang dalam sejumlah kebijakan. Yakni terkait objek pengumpulan uang dan barang. Seperti pengumpulan melalui instrumen digital dan problem birokrasi.

Proses perizinan penggalangan dana, ujar Atang, memerlukan waktu yang cukup lama. Sementara izin periode waktu penggalangan dana sangat terbatas.

Atang menilai, gagasan untuk merevisi perundang-undangan yang ada merupakan upaya yang tepat. Dia mengakui karena dalam konteks pengumpulan uang dan barang terkendala persoalan kebijakan.

Rumit

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat kerumitan dan keruwetan pada upaya pengumpulan uang dan barang bebannya pada regulasi yang ada, dalam hal ini UU No. 9/ 1961 tentang Pengumpulan Uang Atau Barang, yang tidak dapat menjawab persoalan yang ada saat ini.

Saur mengatakan karena produksi undang-undang tersebut pada zaman demokrasi terpimpin di masa lalu yang tidak memperhatikan hak-hak masyarakat sipil.

Jadi, tegas Saur, tujuan beban kepada pembuat undang-undang yaitu pemerintah dan DPR. Jadi, tambah dia, beban persoalan bukan pada Kementerian Sosial.

Menurut Saur, ada upaya yang bisa pemerintah laksanakan lebih cepat terkait perizinan pengumpulan uang dan barang. Tetapi kalau permintaan perubahannya pada tingkat peraturan pemerintah, jelas dia, itu kewenangan Presiden, bukan Kementerian Sosial.

Saur berpendapat, filantropi bukan saja penting secara kemanusiaan, tetapi juga bisa membantu negara. Karena itu, tegas dia, semestinya harus ada usulan revisi UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang Atau Barang untuk masuk ke agenda prolegnas.

“Kita tidak menjawab persoalan kemanusiaan karena ketertinggalan perundang-undangan yang menghambatnya,” tegas Saur. Karena, tambah dia, undang-undang itu tidak untuk menjawab masa lalu, tetapi menjawab masa depan.

Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News

Tags: Berita HukumBerita Nasionaldasar hukum kegiatan sosiallestari moerdijatUU Nomor 9 Tahun 1961
ShareSendShareTweet

Berita Lainnya

Polres Lampung Timur saat melakukan upacara Hari bhayangkara ke-79 di Mapolres Lampung Timur, Selasa 1 Juli 2025. (Foto : Lampost.co/Arman Suhada)

Hari Bhayangkara Ke-79, Tingkatkan Situasi Kamtibmas di Lampung Timur

by Triyadi Isworo
01/07/2025

Sukadana (Lampost.co) -- Kepolisian Resor (Polres) Lampung Timur menggelar upacara Hari Bhayangkara ke-79 menandakan telah tibanya puncak acara peringatan hari...

Kapolda Lampung, Irjen Pol. Helmy Santika usai upacara dan syukuran HUT Bhayangkara ke 79 Tahun, Selasa, 1 Juli 2025 di Mapolda Lampung.

HUT Bhayangkara ke 79, Ini Arahan Kapolda Lampung

by Triyadi Isworo
01/07/2025

Bandar Lampung (Lampost.co) — Polda Lampung menggelar upacara dan syukuran HUT Bhayangkara ke 79 Tahun, Selasa, 1 Juli 2025 di...

Wakil Ketua MPR RI

Wujudkan Sistem Pendidikan yang Relevan dengan Kebutuhan Dunia Kerja

by Triyadi Isworo
01/07/2025

Bandar Lampung (Lampost.co) – Ketersediaan sistem pendidikan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan masyarakat harus mampu terealisasikan. Terlebih dalam...

Load More
Facebook Instagram Youtube TikTok Twitter

Affiliated with:

Informasi

Alamat 
Jl. Soekarno – Hatta No.108, Hajimena, Lampung Selatan

Email

redaksi@lampost.co

Telpon
(0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi)

Sitemap

Beranda
Tentang Kami
Redaksi
Compro
Iklan
Microsite
Rss
Pedoman Media Siber

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
    • BANK LAMPUNG
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.