Jakarta (Lampost.co): Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) Indonesia di 2024 tercatat sebesar 3,85 dari skala 0 sampai 5. Angka itu lebih rendah ketimbang capaian 2023 yang mencapai 3,92.
Skor indeks yang menurun menunjukkan masyarakat yang semakin permisif terhadap korupsi sekaligus meningkat perilaku korupsinya.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad mengatakan penurunan skor itu tidak terlepas dari kinerja KPK yang cenderung memburuk. Pemerintah pun memastikan akan mengevaluasi lembaga antirasuah itu.
“Kinerja KPK tentu harus ada evaluasi,” tegas Rumadi kepada Media Indonesia, Selasa (16/7).
Rumadi mengatakan bukan hanya IPAK yang turun. Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia juga merosot.
“Data-data ini memberi gambaran umum bahwa pemberantasan korupsi juga ada pengaruh persepsi banyak kalangan, baik pelaku bisnis maupun masyarakat secara umum,” ucapnya.
“Khusus terkait IPK, persepsi para pelaku bisnis misalnya, sangat ikut mempengaruhi,” tambah Rumadi.
Sementara itu, Pakar dan pegiat antikorupsi Herdiansyah Hamzah melihat fenomena masyarakat yang makin permisif terhadap korupsi terjadi karena hilangnya keteladanan dalam pemberantasan korupsi.
“Kita kehilangan keteladanan dalam pemberantasan korupsi. Ini mulai saat operasi pelumpuhan KPK pasca revisi UU KPK,” tuturnya.
“Kini, pemberantasan korupsi kita merosot dari hulu ke hilir, dari penyelidikan perkara hingga vonis. Semua tidak sesuai ekspektasi publik.”
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah mengajukan pencekalan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri untuk tidak ke luar negeri, setelah menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan bahwa pencegahan itu sendiri berlangsung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan oleh pihak kepolisian.
“(Pencegahan) untuk 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan,” kata Ade Safri.