Jakarta (Lampost.co) — Kejaksaan Agung terus menyita sejumlah aset hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu. Aset yang disita berupa gedung hingga helikopter.
“Dapat saya jelaskan, bahwa beberapa aset berupa gedung, kantor, tanah, hotel, rumah, apartemen, kapal, dan helikopter juga uang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengutip Mediaindonesia.com, Selasa, 1 Oktober 2024.
Abdul mengatakan sejumlah aset itu di sita dari lima perusahaan tersangka korporasi tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Mereka ialah PT Palma Satu, dan PT Siberida Subur. Kemudian PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani.
Baca juga: Kasus TPPU Narkotika Rp10,5 Triliun Terbesar Sepanjang Sejarah
Kelima perusahaan ini merupakan anak perusahaan PT Duta Palma Group. Aset-aset itu juga terdapat milik dua perusahaan yang menjadi tersangka korporasi dalam kasus TPPU. Keduanya ialah PT Asset Pacific dan PT Darmex Plantations.
“(Penyitaan), dengan maksud untuk menutup uang pengganti akibat perbuatan yang perusahaan tersebut lakukan. Jadi, ini prinsipnya penyitaan aset-aset ini adalah untuk menutup uang pengganti,” ujar Abdul.
Masih Dalam Penghitungan
Namun, dia belum memastikan nilai dari sejumlah aset yang jaksa sita. Sebab, masih dalam penghitungan. Sebelumnya, Kejagung menyita uang tunai hasil TPPU dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi oleh Duta Palma Grup dengan tersangka korporasi PT Asset Pacific. Uang yang jaksa sita sebanyak Rp450 miliar.
“Telah melakukan penyitaan uang sejumlah Rp450 miliar dari tersangka PT Asset Pacific yang masih satu grup dari Duta Palma,” kata Abdul Qohar.
Kejagung telah menjerat pemilik PT Duta Palma Group atau Darmex Agro Group, Surya Darmadi dalam kasus korupsi perizinan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group di Kabupaten Indra Giri Hulu. Dia mendapat vonis di tingkat kasasi dengan hukuman pidana penjara 16 tahun dan pidana uang pengganti senilai Rp2,2 triliun.