Bandar Lampung (Lampost.co)— Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung telah menerima pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung (Terpeka) pada tahun anggaran 2017–2019 dengan pelaksana PT Waskita Karya.
Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, menyatakan bahwa pihaknya menerima Rp400 juta dari salah satu pihak terkait pada 21 April 2025.
Baca juga: Rugikan Negara Rp66 Miliar dari Pembangunan Tol Terpeka, Kejaksaan Tahan Dua Pegawai Waskita Karya
“Kami telah menerima Rp400 juta sebagai pengembalian kerugian negara,” ujar Armen, Selasa, 22 April 2025.
Sebelumnya, pada 16 April 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyita uang sebesar Rp1,643 miliar. Dugaan uang itu berasal dari tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut. Kejati Lampung kini memfokuskan upaya pada pemulihan aset untuk mencegah kerugian negara lebih lanjut.
“Total uang yang kami terima mencapai Rp2 miliar untuk memulihkan kerugian negara dari perkara ini,” ucapnya.
Penyidik menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yakni WM alias WDD selaku kasir Divisi V Waskita Karya, dan TG alias TWT selaku kepala bagian akuntansi dan keuangan Divisi V Waskita Karya.
Menurut Armen, penyidik masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain. Namun, kedua tersangka mengaku bertindak atas inisiatif sendiri demi memperoleh keuntungan.
“Kedua tersangka secara mandiri menjalankan kegiatan fiktif dalam proyek pembangunan tol,” kata Armen.
Kerugian Negara Capai Rp66 Miliar
Penyidik menemukan bahwa negara mengalami kerugian senilai Rp66 miliar dari pembangunan ruas tol STA 100+200 hingga STA 112+200. Dana pembangunan tersebut bersumber dari Viability Gap Fund (VGF) PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek untuk pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II Elevated, dengan total anggaran sebesar Rp1,25 triliun.
Kontrak pelaksanaan proyek berlaku selama 24 bulan mulai 5 April 2017 hingga 8 November 2019, dengan serah terima pekerjaan (PHO) pada 8 November 2019, dan masa pemeliharaan (FHO) selama tiga tahun.
Tersangka menjalankan modus dengan merekayasa dokumen tagihan. Lalu membuat pertanggungjawaban keuangan fiktif yang seolah-olah berasal dari proyek pembangunan Jalan Tol Terpeka. Padahal kegiatan tersebut tidak pernah terjadi. Selain itu, mereka juga menggunakan nama-nama vendor fiktif atau meminjam nama perusahaan lain.
“WM dan TG merekayasa keuangan dengan membuat laporan palsu, sehingga menimbulkan kerugian negara. Dari pemeriksaan, keduanya mengaku melakukannya secara mandiri,” ujar Armen.
Penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Yakni tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara,” tutup Armen.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News