Bandar Lampung (Lampost.co)–Memasuki rumah atau pekarangan orang lain tanpa izin bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi dapat berujung pada sanksi pidana termaktub dalam KUHP. Tindakan tersebut melanggar privasi dan berpotensi mengganggu ketertiban sosial, sehingga diatur secara tegas dalam hukum pidana.
Poin Penting:
* Setiap warga negara harus mengetahui soal aturan ini.
* Masuk rumah tanpa izin diatur dalam KUHP Pasal 167.
* Aturan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap hak kepemilikan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama, ketentuan mengenai masuk rumah tanpa izin dalam Pasal 167. Ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan. Sementara dalam KUHP baru, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 yang mulai berlaku Januari 2026. Aturan serupa termuat dalam Pasal 257 dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau denda hingga Rp10 juta.
Pakar hukum pidana Universitas Airlangga, Surabaya, Suparto Wijoyo, menilai keberadaan aturan tersebut penting untuk melindungi aset dan keselamatan pemilik rumah maupun lahan. Menurutnya, hampir semua negara memiliki aturan pidana terkait masuk lahan atau bangunan tanpa izin sebagai bentuk perlindungan terhadap hak kepemilikan.
Baca Juga: Polda Lampung Janji Tegakkan Hukum Sektor Kehutanan dan Lingkungan
“Di Indonesia aturannya dalam KUHP Pasal 167. Namun, ketentuan pidana ini berlaku jika masuk secara melawan hukum, misalnya dengan paksaan. Jika seseorang hanya tersesat dan masuk ke lahan terbuka yang tidak berpagar dan tidak ada larangan, maka tidak serta-merta dapat terpidanakan,” kata Suparto, Minggu (14/12).
Ia menegaskan, aturan tersebut bertujuan menjaga tertib sosial serta menumbuhkan sikap saling menghormati hak hidup bersama di masyarakat.
Sementara itu, ahli hukum dari Kantor Hukum Mahatma & Friends, Budi Danarto, menjelaskan perbedaan antara Pasal 167 KUHP lama dan Pasal 257 KUHP baru tidak terletak pada substansi larangannya, melainkan pada penyesuaian sistem pemidanaan.
“Kedua pasal sama-sama mensyaratkan adanya unsur melawan hukum atau adanya penolakan untuk pergi setelah pemilik yang berhak memintanya,” ujar Budi.
Ia menyebutkan, KUHP baru menaikkan ancaman pidana maksimal menjadi satu tahun penjara atau denda kategori II. Namun, perubahan tersebut tidak bertujuan memperluas kriminalisasi.
“Penyesuaian ini lebih pada penyelarasan sistem hukum pidana agar lebih relevan dan proporsional,” katanya.
Budi menambahkan, masuk ke rumah atau pekarangan orang lain tidak otomatis menjadi tindak pidana jika tidak dengan unsur melawan hukum. “Tanpa adanya penolakan untuk pergi setelah diminta, atau tanpa unsur kekerasan dan perusakan, perbuatan itu tidak serta-merta dapat terkena pidana,” ujarnya.
Baik KUHP lama maupun KUHP baru, lanjut Budi, tetap memberikan pemberatan pidana apabila perbuatan tersebut dengan kekerasan. Serta perusakan secara bersama-sama, atau terjadi pada malam hari.







