Jakarta (Lampost.co): Indonesia Police Watch (IPW) merespons kesaksian Adi Hariyadi, warga Kudus, Jawa Tengah yang mengaku melihat peristiwa kecelakaan tunggal yang menewaskan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat pada 2016 silam. Kesaksian Adi memperkuat dugaan sepasang kekasih itu tewas bukan karena pembunuhan.
“Ya kesaksian adanya saksi baru yang muncul ini bernama Adi Hariyadi ya mungkin saja bahwa dia ada di tempat kejadian perkara pada 27 Agustus, malam. Ini semakin menguatkan bahwa tewasnya Eky. Kemudian meninggalkan Vina di rumah sakit setelah di angkat dari Jembatan Talun itu akibat laka lantas bukan kasus pembunuhan,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Minggu, 1 September 2024.
Baca juga: Penembak Mahasisw PKL di Bawaslu Bakal Kena Pasal Berlapis
Jembatan Talun adalah saksi bisu dalam peristiwa tewasnya Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16 pada Sabtu malam, 27 Agustus 2016. Jembatan itu terletak di Jalan Kalitanjung No.1, Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Sugeng menuturkan ada beberapa fakta yang pihak kepolisian ungkap dalam kasus Vina dan Eky. Yaitu pertama, keterangan dua polisi lalu lintas (polantas) di persidangan pada 2016. Kedua polantas menyatakan bahwa peristiwa tersebut adalah laka lantas dengan membeberkan beberapa fakta.
“Yakni penemuan gumpalan daging pada tiang lampu jalan. Gumpalan daging ini, dugaan adalah bagian dari pada tubuh Vina atau Eky yang membentur keras jalanan,” tutur Sugeng.
Kemudian, helm Eky pecah. Lalu, ada genangan darah di tempat kejadian. Menurutnya, helm pecah itu pasti karena benturan di lokasi. Sedangkan, genangan darah itu terjadi karena ketika korban membentur. Luka dan jatuh di tempat tersebut maka darah keluar dan menggenang.
“Kalau ceritanya bahwa korban itu pembunuhan di tempat lain. Kemudian dibawa ke tempat tersebut, gumpalan darah tidak akan terjadi. Jadi ini semuanya menceritakan hal-hal yang mengarah kepada lakalantas,” ungkap Sugeng.
Maka itu, Sugeng menekankan pemidanaan delapan terpidana dengan penjara seumur hidup adalah peradilan sesat. Ketidakadilan ini terbongkar dari film yang diangkat dari peristiwa Vina berjudul “Vina: Sebelum Tujuh Hari”.
“Oleh karena itu, buat saya kuncinya sekarang adalah di pengadilan untuk membebaskan delapan terdakwa tersebut termasuk Sudirman,” kata Sugeng.
Saksi Kunci
Selain itu, dia meminta Barekrim Polri untuk menyidik perkara ini secara jujur dan adil sesuai fakta, serta profesional. Karena, kata dia, kesimpulan perkara ini adalah kecelakaan lalu lintas (lakalantas).
“Kalau proses perkara laporan terhadap Rudiana, Aep dan Dede memberikan keterangan palsu ini bisa diproses sampai pengadilan. Menurut saya proses ini akan semakin terang jika membukanya sebagai suatu kasus lakalantas,” pungkasnya.
Adapun saksi kunci Adi telah memberikan kesaksiannya kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada Kamis, 29 Agustus 2024. Dia oleh petugas cecar dengan 29 pertanyaan seputar peristiwa tewasnya Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16.
Adi menerangkan sepasang kekasih itu tewas bukan karena pembunuhan melainkan kecelakaan tunggal. Bahkan, pria 47 tahun itu menyebut tak ada kejar-kejaran pada malam minggu itu.
Dia mengaku melihat langsung karena tengah makan di warung makan dekat tempat kejadian perkara (TKP) pada saat peristiwa terjadi. Di samping itu, Bareskrim Polri belum memberikan keterangan usai mendengarkan keterangan Adi Hariyadi.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News