Bandar Lampung (Lampost.co): Mahkamah Agung (MA) mengubah syarat dan ketentuan terkait minimal usia calon kepala daerah (Cakada) menjadi 30 tahun saat pelantikan untuk calon tingkat provinsi dan 25 tahun untuk calon tingkat kabupaten/kota. Sebelumnya, syarat tersebut berlaku hanya saat pendaftaran sebagai calon, bukan saat masa pelantikan.
Pengubahan ini sontak menimbulkan banyak perdebatan di ruang publik. Ada yang kontra, namun tak sedikit juga yang pro.
Pengamat Politik Universitas Lampung, Bendi Juantara menilai putusan ini akan membuat kiprah politisi muda dalam kontestasi Pilkada semakin terbuka lebar.
Menurutnya, perubahan syarat minimal usia tersebut akan memberikan dampak langsung bagi daerah. Di mana proses regenerasi politik akan semakin terlihat dengan banyaknya figur politisi muda untuk ikut ambil bagian dalam kontestasi Pilkada.
Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila itu mengatakan, sosok politisi muda mempunyai daya tawar tersendiri dalam konstelasi politik daerah, khususnya terkait representasi pemilih muda.
“Apalagi secara demografi pemilih muda pada pemilu 2024 mendominasi dari semua segmen pemilih,” kata Bendi, di ruang kerja, Jumat, 31 Mei 2024.
Selain itu, lanjut Bendi, kehadiran politisi muda akan memberikan keberagaman pilihan bagi pemilih. Dalam hal ini, masyarakat akan melihat wajah-wajah baru yang harapannya mampu membawa nuansa dan semangat serta idealisme yang baru dan berbeda.
Ia juga menjelaskan kehadiran generasi muda dalam kontestasi Pilkada menjadi salah satu solusi dalam mencari sosok pemimpin rakyat. Terlebih tantangan yang terjadi di daerah saat ini semakin kompleks dari berbagai aspek.
Pengawalan
Bendi melanjutkan putusan MA ini juga tak bisa lepas dari pengawalan masyarakat luas. Menurutnya, jika tidak ada pengawalan aturan dengan baik bisa berpotensi membawa implikasi lain. Misalnya, potensi penyalahgunaan wewenang, matinya kaderisasi partai politik, hingga ancaman suburnya politik dinasti dilevel daerah.
“Oleh karena itu dalam pilkada ini perlu ada tindakan penguatan-penguatan pada beberapa aspek. Dari sisi profesionalitas penyelenggara, netralitas ASN, idealitas parpol dalam kandidasi, hingga rasionalitas pemilih,” ujarnya.
Ahli Hukum Tata Negara, Yusdianto menyatakan pandangan yang serupa. Akademisi Fakultas Hukum Unila itu menyebut, putusan MA membuka ruang terhadap semua pihak untuk dapat mendaftar sebagai calon kepala daerah.
Menurutnya, perubahan administrasi umur calon kepala daerah yang terhitung sejak pelantikan dapat membuka peluang partai politik untuk memberi ruang kepada generasi muda untuk sebagai calon.
“Hal ini membuat kompetisi pencalonan kian membuka ruang demokrasi yang sehat,” kata dia.