Bandar Lampung (Lampost.co) — Penulis menulis buku tentunya untuk terbit dan beredar ke tengah Masyarakat. Namun, ternyata ada sejumlah buku yang dilarang edar. Hal itu bisa terjadi karena beberapa alasan.
Padahal buku merupakan jendela dunia karena sebagai sumber ilmu pengetahuan sehingga dapat menjelajahi dunia dengan membaca. Membaca buku dapat meraih berbagai informasi dan memiliki kekuatan besar untuk menyebarkan ide dan informasi.
Alasan Buku Dilarang Edar
Hanya saja, tidak semua buku dapat masyarakat terima atau pemerintah karena beberapa faktor, di antaranya:
BACA JUGA: Digitalisasi Bikin Budaya Baca Buku Masyarakat Turun
- Konten kontroversial: buku yang membahas topik-topik sensitif, seperti seksualitas, agama, politik, atau rasisme.
- Pengaruh terhadap keamanan nasional: buku yang mengancam stabilitas politik atau keamanan nasional bisa tidak boleh beredar demi mencegah kerusuhan atau pemberontakan.
- Perlindungan moralitas publik: Buku yang tidak pantas atau vulgar untuk melindungi moralitas masyarakat, terutama anak-anak dan remaja.
- Perlindungan terhadap kelompok tertentu: buku yang mengandung kebencian rasial, etnis, atau agama karena untuk melindungi kelompok tersebut dari diskriminasi dan kekerasan.
Namun, larangan peredaran terhadap buku itu kerap memicu kontroversi karena melanggar kebebasan berekspresi dan sensor.
Sejumlah orang mendukung larangan untuk melindungi masyarakat, tetapi Masyarakat lainnya menilai setiap orang memiliki hak untuk membaca dan menilai konten buku.
Berikut ini ulasan sejumlah buku yang terlarang untuk beredar dan tidak boleh masyarakat baca.
Buku yang Dilarang Edar
1. The Satanic Verses
Buku karangan Rushdie adalah karya ambisius dalam genre realisme magis. Buku itu mendapatkan reaksi paling keras dan bertahan lama dalam sejarah sastra karena perlakuannya terhadap pengetahuan Islam.
Saat rilis pada 1988, buku itu justru mendapatkan protes, demonstrasi, kerusuhan, dan pelarangan di negara-negara mayoritas Muslim.
Buku itu pun tidak boleh beredar di sejumlah negara, seperti India dan Iran, karena menghina agama Islam. Kontroversi yang timbul dari buku itu hingga mengancam penulisnya berupa pembunuhan dan fatwa dari pemimpin tertinggi Iran.
2. Wawancara Imajiner dengan Bung Karno
Buku tulisan Christanto Wibisono yang terbit dari Yayasan Manajemen Informasi Jakarta pada 1997 Kejaksaan Agung larang beredar pada 1978. Buku tersebut menekankan pentingnya para pemimpin untuk mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu.
Tulisan tersebut menceritakan sosok Soekarno yang imajiner, bercerita, dan mengutarakan pendapat-pendapatnya atas kondisi yang terjadi pada bangsa. Lolit
Karya itu sempat ada cetakan ulang pada 2012 dengan revisi buku dengan judul yang sama sejak terbit pertama kali.
3. Lolita
Buku karya Vladimir Nabokov terbit pada 1955 menuai kontroversi. Cerita Nabokov tentang obsesi seorang pedofil terhadap seorang gadis muda mendapatkan penilaian yang melanggar sensor di Inggris.
Penerbit Prancis, Maurice Girodias, yang terkenal dengan karyanya dalam menerbitkan karya-karya terlarang dan spesialisasi dalam erotika, mencetak edisi pertama buku tersebut.
4. Mein Kampf
Buku tulisan Adolf Hilter turut tidak boleh beredar di banyak negara pasca-Perang Dunia II. Sebab, isinya yang mempromosikan ideologi Nazi dan anti semitisme. Banyak pihak menilai buku itu berbahaya dan bisa memicu kebencian rasial
5. Lentera Merah
Buku tulisan Soe Hok Gie menggambarkan satu periode penting dalam sejarah Indonesia. Buku itu mengangkat gagasan kebangsaan yang tumbuh lewat kegiatan berorganisasi.
Soe Hok Gie mengajak pembacanya untuk menelusuri jejak-jejak pergerakan Indonesia pada era 1917-1920-an. Selain itu mencoba menghidupkan kembali semangat perjuangan bangsa.
Ia juga mendorong pembacanya untuk memahami cara tokoh-tokoh pergerakan tradisionalis Indonesia menghadapi perubahan pada abad ke-20.
Buku itu mendapatkan larangan edar dari Kejaksaan Agung pada 1991 dan menjadi bacaan penting bagi para mahasiswa.