Jakarta (Lampost.co)–Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memberhentikan penuh Hendry Ch Bangun dari keanggotaan PWI. Sementara Ketua PWI menyebut keputusan itu tak berlandaskan hukum.
Keputusan pemberhentian Hendry tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat Nomor: 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024 di Jakarta pada 16 Juli 2024.
<span;>Dalam siaran pers yang diterima Lampost.co, DK PWI menilai Hendry sebagai Ketua Umum PWI Pusat, telah menyalahgunakan jabatannya. Yaitu bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang dalam merombak susunan DK dan Pengurus Pusat PWI, serta menggelar Rapat Pleno yang diperluas secara menyalahi aturan.
Baca juga:DK PWI Sebut Bantuan BUMN untuk Kegiatan UKW Harus Utuh Diterima
Hendry juga terindikasi melanggar Kode Perilaku Wartawan (KPW), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Peraturan Dasar (PD), dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI.
Selain itu, Dewan Kehormatan juga menilai Hendry telah melakukan pelanggaran berulang terhadap PD, PRT, dan KPW.
Pelanggaran
Dalam pertimbangannya, Dewan Kehormatan menyebutkan bahwa Pengurus, terutama Ketua Umum, seharusnya menunjukkan keteladanan dalam melaksanakan kewajiban menaati PD, PRT, KEJ, dan KPW PWI sebagai Konstitusi Organisasi PWI.
Sebelumnya melalui Surat Keputusan Nomor:20/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tertanggal 16 April 2024, DK telah memberikan sanksi Peringatan Keras kepada Hendry.
Pada 11 Juli 2024 DK juga memberi peringatan agar Hendry membatalkan/mencabut keputusan perombakan Pengurus PWI Pusat yang menyangkut Pengurus Dewan Kehormatan.
Hendry pun tidak memenuhi undangan klarifikasi dari Dewan Kehormatan pada 15 Juli 2024.
Seiring keluarnya SK Pemberhentian Hendry, DK PWI menugaskan Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat Zulmansyah Sekedang untuk mengadakan Rapat Pleno Pengurus Pusat untuk menunjuk Pelaksana Tugas guna menyiapkan Kongres Luar Biasa.
Keputusan Ilegal
Sementara itu, Ketua PWI Pusat Hendry Ch Bangun mengecam keras keputusan DK PWI itu ilegal dan tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Menurut Hendry, DK telah bertindak melampaui kewenangannya. “Keputusan tersebut bukan hasil rapat resmi DK. Lima anggota DK tidak mengetahui hal ini dan sudah bersurat kepada Sasongko Tedjo,” jelas Hendry di Kantor PWI Pusat, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Juli.
Menurutnya, permintaan Ketua DK untuk menyiapkan Kongres Luar Biasa (KLB) juga tidak berdasar. “Menurut PD PRT Pasal 28, KLB hanya bisa jika Ketua Umum menjadi terdakwa kasus yang merendahkan martabat wartawan. Selain itu mendapat permintaan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah provinsi,” tegasnya.
Kepengurusan DK
Berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat PWI Nomor 218-PLP/PP-PWI/2024 tanggal 27 Juni 2024, susunan Dewan Kehormatan PWI periode 2023-2028 telah berubah. Ketua Dewan Kehormatan saat ini adalah Sasongko Tedjo, dengan Mahmud Matangara sebagai Wakil Ketua dan Tatang Suherman sebagai Sekretaris. Anggota lainnya adalah Diapari Sibatangkayu, Akhmad Munir, Fathurrahman, M. Noeh Hatumena, Hendro Basuki, dan Berman Nainggolan.
Dengan perubahan tersebut, Nurcholis tidak lagi menjabat sebagai Sekretaris DK. “Nurcholis sudah tidak memiliki legal standing untuk bertindak atas nama DK. Oleh karena itu, surat keputusan itu menjadi batal demi hukum,” ujar Hendry Ch Bangun.
Hendry mengatakan segala keputusan DK hanya bisa dalam rapat yang dengan kehadiran Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DK sesuai Surat Keputusan PWI Nomor 218-PLP/PP-PWI/2024.
Ia juga menyoroti permintaan DK kepada Ketua Bidang Organisasi untuk segera melakukan KLB sebagai tindakan ngawur. “Yang berwenang memerintahkan Ketua Bidang Organisasi hanya Ketua Umum,” tegasnya.
Menurut Hendry, tindakan Sasongko Tedjo yang menyelenggarakan rapat DK tanpa mengikuti aturan tersebut tidak memiliki landasan hukum. Sasongko Tedjo juga terindikasi telah menyalahgunakan kop surat dan cap DK tanpa tanda tangan Sekretaris yang sah. Sehingga merupakan pelanggaran hukum dengan implikasi pidana.
Atas dasar ini, Pengurus Pusat PWI memberikan peringatan pertama dan terakhir kepada Sasongko Tedjo untuk tidak lagi menggunakan atribut dan nama DK sejak penetapan perubahan tersebut.
Sasongko punya waktu tiga hari untuk meminta maaf kepada Ketua Umum PWI Pusat dan mencabut pernyataan dalam rilis. “Jika tidak mengindahkan peringatan ini, kami akan menempuh proses hukum,” tegas Hendry Ch Bangun.