Jakarta (Lampost.co) — Anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, I Gusti Ayu Trisna Windiani, menyebut sekitar 65% anak di Indonesia mengalami tantrum. Kondisi rewel itu bisa karena berbagai macam.
Ayu menilai penyebab tantrum karena kecanduan bermain gawai. Perilaku negatif itu akibat penggunaan gadget lebih dari 20 menit per hari. Sehingga, risiko terjadi tantrum meningkat 0,375 kali lipat.
Bahkan, penelitian terbaru di Indonesia menunjukkan anak yang menonton atau terpapar gadget lebih dari 20 menit berpotensi 65,1 persen mengalami tantrum. “Sebab, penggunaan atau paparan gadget terlalu lama,” kata Ayu, mengutip dari Medcom, Kamis, 26 April 2024.
Tantrum adalah ledakan emosi yang sering terjadi pada anak. Ledakan itu akibat amarah, frustrasi, atau kondisi anak tidak dapat menerima sesuatu.
Kondisi itu atas pengaruh lingkungan, pola asuh, dan kesehatan anak. Kondisi itu dapat membuat anak sulit untuk fokus.
BACA JUGA: 6.000 Kasus Kekerasan Serang Anak di Caturwulan Pertama 2024
“Terjadinya hal ini dapat menyebabkan kerusakan disfungsi otak eksekutif di bagian pre frontal cortex,” ujar dia.
Anak-anak yang mengalami tantrum 86 persen akan menangis, 40 persen berteriak, dan 13 persen merengek. Ketiga kondisi itu mewakili anak tantrum untuk mengekspresikan kemarahan atau kemauannya.
Sebab, anak tidak bisa meregulasi perasaan frustasinya. Periode itu sebagai situasi ekstrem bagi anak dan sangat tidak menyenangkan bagi anak. “Tantrum bisa terjadi di mana pun dan biasanya pada anak usia 18 bulan hingga 4 tahun,” kata dia.
Menurut dia, anak-anak berusia dua tahun memiliki persentase tantrum sampai 20 persen. Angka itu terus menurun seiring bertambahnya usia anak. Meski begitu, tantrum sebagai kondisi normal pada anak-anak.
Namun, tantrum menjadi abnormal jika reaksinya berlebihan. Hal itu perlu mendapatkan bantuan dari fasilitas pelayanan kesehatan.
“Jika anak tantrum lebih dari 15 menit dan terjadi dalam lima kali sehari, maka perlu memeriksakan anak ke fasiltas pelayanan kesehatan. Apalagi, saat anak mulai menyakiti diri,” kata dia.