Jakarta (Lampost.co) — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan menarik semua persetujuan lingkungan di daerah rawan bencana. Kebijakan ini merespons bencana besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra.
Poin Penting:
-
Pemerintah akan mencabut semua persetujuan lingkungan di zona bencana.
-
KLH menyiapkan evaluasi menyeluruh dokumen lingkungan.
-
Pemerintah siapkan sanksi bagi pelanggaran yang memperparah bencana.
Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memulai pencabutan dokumen lingkungan di zona berisiko. Langkah tersebut berlaku efektif mulai hari ini.
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan kebijakan itu dalam rapat bersama Komisi XII DPR, Rabu, 3 Desember. Dengan demikian, pemerintah memperketat pengawasan lingkungan.
Baca juga: Banjir dan Longsor Sumatra Bukan Semata Cuaca Ekstrem
“Mulai hari ini, kami tarik semua persetujuan lingkungan di daerah bencana. Kebijakan ini mengikat,” kata Hanif.
Evaluasi Menyeluruh
Selain pencabutan izin, KLH menyiapkan evaluasi menyeluruh dokumen lingkungan. Oleh sebab itu, semua proyek berisiko menghadapi audit ketat.
Selanjutnya, KLH memanggil pimpinan perusahaan yang terindikasi berkontribusi mulai Senin pekan depan. Indikasi berbasis kajian citra satelit dan pemanggilan mengacu bukti awal. “Seluruh pimpinan perusahaan akan kami undang ke Deputi Gakkum,” ujarnya.
Fokus Daerah Terdampak Banjir Sumatra
Saat ini KLH juga fokus pada daerah terdampak banjir Sumatra. Di Aceh, curah hujan tercatat ekstrem.
Berdasarkan pemantauan KLH, Aceh menerima hujan 9,7 miliar meter kubik dalam dua hari atau sangat tinggi. Namun, persoalan tidak berhenti pada hujan karena kerusakan lanskap memperparah dampak.
Lanskap di Aceh tidak lagi memenuhi daya dukung dan tamping sehingga risiko banjir meningkat. Oleh karena itu, kebijakan pencabutan izin menjadi krusial dan pemerintah ingin memulihkan fungsi lingkungan.
Atensi Khusus
Selain itu, KLH mengevaluasi seluruh unit usaha di kawasan Batang Toruyang masuk atensi khusus. Evaluasi tersebut menjadi dasar penegakan hukum multidoor. Pendekatan ini memadukan sanksi pidana dan administrasi.
Hanif menegaskan tidak ada toleransi pelanggaran karena korban bencana menjadi pertimbangan utama. “Korban sudah banyak. Kami tidak berikan dispensasi,” katanya.
KLH juga memulai penyelidikan resmi pekan ini dengan bidikan pelanggaran yang memperparah bencana. Pemerintah menyiapkan sanksi berat bagi pelanggar untuk memberikan efek jera.
Perkuat Tata Ruang
Selain itu, KLH mengajak pemerintah daerah memperkuat tata ruang agar pembangunan tidak mengorbankan keselamatan. Selain tata ruang, memperketat pengawasan lapangan dengan meningkatkan frekuensi inspeksi.
Kemudian KLH juga mendorong pemulihan kawasan hulu dengan rehabilitasi lahan kritis menjadi fokus. Dengan rehabilitasi, harapannya daya serap air pulih sehingga dapat menurunkan risiko bencana.








