Jakarta (Lampost.co) — Pemerintah mematangkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai regulasi turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Beleid itu salah satunya mengatur larangan jual rokok di dekat sekolah.
Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, mengatakan penjualan rokok di warung sekitar sekolah akan memudahkan akses anak untuk merokok. Hal itu akan meningkatkan prevalensi perokok anak.
“Kami mensurvei jual rokok di dekat sekolah. Hasilnya menunjukkan ada banyak warung di sekitar sekolah menjual rokok ke anak-anak. Bahkan, cukup signifikan dan sangat banyak anak-anak yang membeli rokok di warung secara ketengan,” kata Lisda, kepada Media Indonesia, pada Minggu, 14 Juli 2024.
BACA JUGA: Merokok Jadi Pemicu Risiko Penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia
Dia menilai rencana pemerintah untuk melarang pedagang berjualan rokok dalam radius 200 meter dari lingkungan sekolah dan tempat bermain dapat memberikan perlindungan anak dari paparan rokok.
“Kami ingin menjadikan RPP Kesehatan itu sebagai dasar karena anak-anak tidak boleh merokok. Sebab, rokok bukan konsumsi untuk anak-anak karena membahayakan kesehatan dalam jangka panjang sehingga masyarakat mestinya mendukung,” ujarnya.
Berdasarkan Outlook Perokok Pelajar Indonesia pada 2023, terdapat 47,06% anak membeli rokok secara eceran dari kios-kios. Penjualnya pun tidak pernah menanyakan kartu identitas atau usia terhadap anak-anak yang membelinya itu.
Dampak Rokok Terhadap Anak
Keterkaitan dengan rokok juga membuat pelajar juga kerap melakukan tindak kekerasan agar bisa mendapatkan komoditas tersebut. Bahkan, sekitar 70% anak pernah melakukan pemalakan demi membeli rokok.
Untuk itu, penjualan rokok di sekitar sekolah perlu ada aturan yang komprehensif guna menekan akses anak membeli rokok. Sebab, salah satu penyebab tingginya jumlah anak-anak merokok dari kemudahan dalam membeli rokok dan harganya yang masih terjangkau.
“Minimal saat di sekitar sekolah tidak ada orang yang menjual rokok. Kesulitan akses membeli rokok itu akan mengurangi keinginan untuk merokok. Selain itu, sekolah juga perlu menerapkan kawasan tanpa rokok tidak hanya di dalam sekolah, tapi juga di lingkungan sekitarnya,” ujarnya.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023, jumlah perokok anak prevalensi usia 10-18 tahun mencapai 7,6%. Sedangkan, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut anak yang menjadi perokok pasif lebih rentan mengalami batuk, sakit radang paru (pneumonia), dan asma.
Bahkan, 165.000 anak di dunia meninggal setiap tahunnya karena penyakit paru akibat paparan asap rokok. Rokok juga mempengaruhi kondisi tengkes atau stunting anak.
Penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) menyebutkan stunting pada anak terjadi pada keluarga perokok 5,5% lebih tinggi dari pada keluarga bukan perokok.