Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengolahan singkong menjadi Modified Cassava Flour (Mocaf) terus berkembang di Desa Mekar Karya, Kecamatan Waway Karya, Kabupaten Lampung Timur. Inovasi ini menjadi solusi bagi petani untuk bertahan di tengah rendahnya harga singkong. Meski begitu, pemasaran masih menjadi tantangan utama dalam produksi Mocaf.
Mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (Itera), Muhammad Ujianto Trepsilo, yang terlibat dalam pengembangan program tersebut, menjelaskan bahwa produk tepung Mocaf dan turunannya masih tergolong baru. Akibatnya, masyarakat luas belum sepenuhnya mengenal produk ini maupun manfaatnya dalam industri pangan.
“Produk Mocaf masih tergolong baru bagi masyarakat. Tantangan terbesar saat ini adalah pemasaran dan peningkatan kualitas produksi,” ujar Ujianto, Selasa, 21 Oktober 2025.
Menurutnya, tim Itera akan terus berinovasi untuk memperluas pasar melalui kegiatan promosi dan edukasi publik. Upaya tersebut diharapkan mampu membuka peluang baru bagi petani agar hasil produksi Mocaf dapat terserap secara optimal.
Program pendampingan Itera terhadap petani singkong sudah berjalan sejak 2024 melalui beberapa kegiatan, seperti Program Penguatan Kapasitas (PPK) Ormawa, KKN Tematik, serta Program Kreativitas Mahasiswa – Pengabdian Berbasis Desa Binaan (PKM-PDB). Berbagai program ini menjadi wadah bagi mahasiswa dan dosen untuk membantu masyarakat mengolah singkong menjadi tepung Mocaf dan produk turunannya.
“Kami berharap pendampingan ini bisa menjawab persoalan yang dihadapi petani singkong di Lampung. Semoga programnya berkelanjutan dan memberi dampak nyata bagi masyarakat,” tambah Ujianto.
Sementara itu, salah satu petani singkong Desa Mekar Karya, Sabto Wibowo, mengaku pendampingan dari Itera membawa harapan baru bagi petani. Ia kini mampu memproduksi tepung Mocaf secara mandiri di rumahnya dan bahkan menerima pasokan singkong dari petani lain untuk diolah, meski dalam kapasitas terbatas.
“Hasil olahan Mocaf ini jauh lebih menjanjikan. Kami hanya berharap pemerintah juga membantu membuka pasar agar produk Mocaf bisa terserap dengan baik,” kata Sabto.
Harga Singkong
Sabto menuturkan, harga singkong yang rendah masih menjadi kendala utama bagi petani. Saat ini harga singkong hanya berkisar Rp900 per kilogram, belum termasuk potongan dari pabrik penampung yang bisa mencapai 45 persen dari total berat. Kondisi itu membuat keuntungan petani sangat minim.
“Dengan harga dan sistem seperti itu, petani tidak pernah untung,” ujarnya.
Program pendampingan dan inovasi dari Itera diharapkan dapat memperluas akses pasar serta meningkatkan nilai ekonomi singkong Lampung. Dengan begitu, petani tak hanya bergantung pada harga bahan mentah, tetapi juga mampu mengembangkan produk olahan yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan.








