Bandar Lampung (Lampost.co)—Tim Gerakan Pembaharu (Gaharu) Lampung memulai penguatan gerakan dengan membangun ekosistem pembaharu yang melibatkan lintas generasi dan lintas iman. Kegiatan itu melibatkan 35 komunitas di Lampung dan didukung Ashoka Indonesia.
Poin penting:
- Membangun ekosistem pembaharu melibatkan lintas generasi dan lintas iman.
- Perubahan sosial sejati berawal dari lingkaran terdekat manusia.
- Provinsi Lampung memiliki potensi besar untuk membangun ekosistem pembaharu.
Direktur Ashoka Indonesia, Nani Zulminarni, menegaskan perubahan sosial sejati berawal dari lingkaran terdekat manusia. Menurutnya, perubahan sejatinya berawal dari rumah-rumah melibatkan anggota keluarga dan orang terdekat.
“Perubahan sejati dimulai dari rumah. Ketika keluarga menjadi ruang yang menumbuhkan empati, kolaborasi, dan keberanian untuk bertindak, masyarakat pun tumbuh dengan kepemimpinan yang berakar kuat,” ujarnya, Jumat (31/10/2025).
Baca juga: Workshop Everyone a Changemaker Dorong Kolaborasi Sosial dan Spiritual Hadapi Krisis Lingkungan Lampung
Nani menjelaskan bahwa Ashoka saat ini sedang membangun ekosistem pembaharu (changemaker ecosystem) di empat kota dinamis Indonesia, yakni Bandung, Pontianak, Surabaya, dan Bandar Lampung. Ekosistem itu nantinya menjadi simpul gerakan sosial baru di Asia Tenggara.
Menurutnya, Provinsi Lampung memiliki potensi besar untuk membangun ekosistem pembaharu. Solidaritas antarkomunitas lintas generasi dan lintas iman yang berkumpul menjadi modal utama dalam memulai gerakan pembaharu.
“Lampung memiliki energi luar biasa: ada solidaritas lintas iman, peran aktif perempuan, dan semangat komunitas yang kuat. Semua ini adalah bahan bakar bagi gerakan pembaharu yang berkelanjutan,” kata dia.
Sebelumnya, 35 penggerak lintas generasi dan lintas iman dari berbagai latar belakang berkumpul dalam Workshop Penggerak Kawasan Gaharu Lampung bertema Everyone a Changemaker–Semua Orang Pembaharu, Semua Orang Bisa Menggerakkan Perubahan. Kegiatan berlangsung selama tiga hari, 31 Oktober hingga 2 November 2025, di Pesantren Payungi, Kota Metro.
Baca juga: Setengah Tahun 2025, Kekerasan Perempuan dan Anak di Lampung Capai 396 Kasus
Tim Kawasan Gaharu Lampung, Iffah Rachmi, mengungkapkan workshop ini mempertemukan aktivis sosial, pendidik, mahasiswa, influencer, jurnalis, serta perwakilan lembaga keagamaan dan komunitas. Kehadiran mereka untuk belajar, berjejaring, dan merumuskan langkah kolektif menjawab tantangan sosial-lingkungan dengan pendekatan nilai lokal dan spiritualitas.
“Lampung sedang menghadapi banyak krisis, tapi juga punya banyak harapan. Perubahan tidak bisa berdiri di atas satu kelompok saja. Setiap orang—tua, muda, perempuan, laki-laki, dari agama apa pun—punya peran untuk saling mendengar, memahami, dan bergerak bersama,” ujar inisiator Youth Sanitation Concern (YSC) itu.








