Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengelolaan sampah di Provinsi Lampung hingga saat ini masih menggunakan metode konvensional.
Sampah terkumpulkan dan petugas mengangkutnya lalu mereka buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Namun sistem ini kurang efektif karena hanya memindahkan masalah tanpa solusi jangka panjang.
Pemkot Bandar Lampung sebelumnya menyebutkan bahwa sampah rumah tangga yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung mencapai 800 ton per hari.
Baca Juga:
Sampah Plastik Laut Indonesia Menyebar hingga Afrika
Akademisi Teknik Lingkungan dari Institut Teknologi Sumatera (Itera), Novi Kartika, menilai perlu perubahan mendasar dalam pengelolaan sampah, termasuk infrastruktur dan edukasi yang lebih optimal.
Menurut Novi, paradigma konvensional ini mengakibatkan biaya pengelolaan meningkat untuk sekadar memindahkan sampah ke TPA.
Idealnya sampah tidak langsung terbuang begitu saja. Tapi harus ada yang mengelola melalui skala yang lebih kecil seperti di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R).
“TPS3R berfokus pada pengurangan dan pemanfaatan kembali,” kata Novi, Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurut Novi, konsep TPS3R serupa dengan fungsi bank sampah namun lebih komprehensif karena sampah tidak hanya terkumpulkan, tetapi juga ada yang mengolah.
Data menunjukkan, komposisi sampah organik di Provinsi Lampung mencapai 40 persen atau terbesar. Apabila terpilah dengan benar, sampah ini memiliki potensi besar untuk daur ulang, seperti menjadi kompos atau sebagai pakan maggot, yakni larva lalat Black Soldier Fly (BSF).
“Maggot ini mengonsumsi sampah organik tanpa menyebabkan penyakit, dan larva yang dihasilkan kaya protein sehingga dapat sebagai pakan ternak,” ungkapnya.
Selain sampah organik, Novi menekankan pentingnya memilah jenis sampah lain seperti plastik dan kertas yang komposisinya pun besar, yakni 10 hingga 20 persen.
“Di lingkungan pendidikan dan perkantoran, misalnya, sampah kertas memiliki jumlah cukup signifikan dan sangat potensial untuk didaur ulang. Begitu juga dengan plastik yang dapat diolah kembali. Pemilahan ini menjadi kunci pengelolaan sampah yang efektif,” tambahnya.
Edukasi Masyarakat
Novi juga menyoroti bahwa edukasi untuk membiasakan masyarakat memilah sampah masih minim.
“Kesadaran masyarakat untuk tidak hanya membuang sampah pada tempatnya, tetapi juga memisahkan berdasarkan jenisnya sangat perlu,” tuturnya.
Menurutnya, edukasi di tingkat mikro sangat penting, sebab pemilahan di awal dapat menekan biaya besar di kemudian hari.
Namun edukasi ini harus seimbang dengan penyediaan sarana dan prasarana dari pemerintah.
“Tidak cukup hanya mengedukasi, pemerintah juga harus menyiapkan sarana pendukung yang memadai agar alur pengelolaan sampah berjalan baik,” imbuh Novi.
Terakhir, Novi menyebut political will dari pemerintah daerah yakni alokasi anggaran yang tepat dan kesadaran masyarakat, dapat mengelola sampah lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan.