Lampung Selatan (lampost.co)–Tim dosen Institut Teknologi Sumatera (Itera) mengembangkan teknologi tambak udang cerdas berbasis Internet of Things (IoT) yang mampu memonitor dan mengontrol operasional tambak secara otomatis. Inovasi ini mencakup sistem pakan otomatis, pengendali aerator, serta monitoring kualitas air seperti pH, suhu, salinitas, dan kekeruhan secara real-time melalui aplikasi smartphone “App Smart Farm”.
Teknologi ini diharapkan mendukung Lampung sebagai salah satu lumbung udang terbesar di dunia, sekaligus menjawab tantangan efisiensi dan keberlanjutan tambak rakyat.
Tim peneliti terdiri dari Aidil Afriansyah, Ilham Firman Ashari, Hafiz Budi Firmansyah, dan Sabar. Prototipe berhasil diuji coba dan disosialisasikan di hadapan para petambak di CV Sebalang Berkah, Desa Tarahan, Katibung, Lampung Selatan, Senin, 6 Oktober 2025.
Ketua tim, Aidil Afriansyah, menjelaskan teknologi ini lahir dari persoalan klasik di lapangan, yaitu pemberian pakan manual yang tidak akurat dan boros. Kondisi itu memicu peningkatan amonia dan menurunkan kualitas air. Selain itu, aerator yang terus menyala tanpa kontrol presisi menyebabkan pemborosan energi.
“Tidak hanya otomatisasi, kami juga menghadirkan kemandirian energi. Sistem ini bertenaga panel surya dan turbin angin agar tidak bergantung pada listrik utama, terutama untuk tambak di wilayah terpencil,” kata Aidil.
Riset berlangsung sejak Agustus hingga Oktober 2025, melibatkan proses survei, pengembangan sistem, instalasi, hingga uji coba lapangan. Proyek ini juga menjadi laboratorium terbuka bagi mahasiswa Itera yang turut terlibat langsung.
Inovasi ini merupakan bagian dari program Hilirisasi Riset – Pengujian Model dan Prototipe TA 2025 dukungan Kemendiktisaintek. Itera menargetkan penerapan hasil riset untuk menjawab kebutuhan industri dan masyarakat.
Sangat Relevan
Demo prototipe hadir 30 petambak, termasuk pemilik CV Sebalang Berkah, Diang Adistya. Ia menilai teknologi ini sangat relevan dengan kebutuhan petambak modern.
“Dengan sistem pemantauan jarak jauh, cara kerja kami akan jauh lebih efisien dan berkelanjutan,” ujarnya.
Untuk memastikan akurasi sistem, pengujian turut melibatkan ahli eksternal dari Universitas Lampung, Dr. Munti Sarida. Hasilnya, sensor kualitas air menunjukkan akurasi tinggi dan layak di lapangan.