Bandar Lampung (Lampost.co)— Rektor Universitas Lampung (Unila) Lusmeilia Afriani menyatakan pihaknya akan membangun pusat pengolahan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dalam skala besar, yang dapat memenuhi kebutuhan se-Sumatera.
Hal tersebut amat penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan ekonomi, dengan meminimalkan kerusakan lingkungan.
“Berdasar pengamatan kami, di Lampung, bahkan di Sumatra belum ada pusat pengelolaan limbah B3. Selama ini kami selalu mengirimkan ke Jawa untuk pengelolaan dalam jumlah besar,” kata Lusmeilia dalam lokakarya sistem pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) Universitas Lampung di Hotel Radisson Bandar Lampung, Senin, 9 September 2024.
Oleh karena itu, pihaknya menarget agar Unila bisa memiliki pusat pengolahan limbah B3. “Lahan di Kotabaru ada 150 hektare. Kemungkinan lokasinya di sana nantunya sehingga Unila bisa mengakomodasi kebutuhan seluruh Sumatera,” ujarnya.
Pusat pengelolaan limbah B3 tersebut juga proyeksi sebagai core bisnis Unila. “Sejauh ini Unila sudah melakukan pengelolaan skala kecil untuk sejumlah fakultas. Ada bantuan dari KLHK. Kami akan terus kembangkan,” katanya.
Pada kesempatan itu, tenaga laboran Unit Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor Muhamad Zaky menjelaskan bahwa kerja pengemasan dan penyimpanan limbah cair B3 di laboratorium harus sesuai SOP.
“Limbah bahan kimia kedaluwarsa, residu sample limbah B3, limbah dari laboratorium yang mengandung B3 di masukan ke dalam jerigen. Kemudian jerigen tersebut di beri label dan simbol B3,” katanya.
Petugas memindahkan jerigen tersebut setiap hari ke TPS limbah B3 menggunakan alat bantu trolly. “Di TPS limbah B3 jerigen tersebut di timbang dan tercatat pada logbook. Lalu, tuang ke dalam jerigen penyimpanan. Kemudian, kembalikan jerigen transfer ke laboratorium,” ujar Zaky.