Istanbul (Lampost.co) — Komisi Urusan Tahanan Palestina mengatakan kebijakan Israel yang mengabaikan kelaparan dan layanan medis semakin memperburuk penderitaan para tahanan Palestina di Penjara Negev di Israel selatan.
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu (10/11), Komisi tersebut mengutip kesaksian para tahanan Palestina tentang kondisi buruk mereka di kamp penahanan.
Salah satunya, Mohammed Suleiman Ghanem, seorang warga Palestina berusia 29 tahun dari kota Anabta dekat Tulkarem di Tepi Barat utara, yang telah ditahan sejak 31 Agustus 2023.
Baca juga: OKI Minta Penyelidikan Kejahatan Israel kepada Tahanan Palestina
Ghanem menderita gangguan neurologis dan sering mengalami pusing dan pingsan, yang berlangsung hingga 30 menit, menurut pengacaranya.
“Ghanem menderita akibat rasa sakit yang parah di lutut kirinya karena pemukulan dan penyiksaan di dalam penjara yang menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan sekitar 45 kilogram,” kata pernyataan tersebut.
Komisi tersebut juga melaporkan kasus Mahmoud Abdul Aziz Sweiti, 50 tahun, yang menderita kudis di penjara tanpa menerima perawatan medis. Pria Palestina itu telah dipenjara sejak 2007. “Sweiti tidak menerima jenis perawatan apapun dari klinik penjara dan tidak memiliki pakaian musim dingin atau selimut,” tambah pernyataan itu.
Menurut komisi, tahanan lain, Rafat Salem, 35 tahun, juga menderita masalah sensitivitas darah dan gangguan pada cakram tulang belakang tanpa menerima perawatan medis.
Begitu juga dengan Raed Abdul Rahim Sous, seorang tahanan berusia 24 tahun yang menderita rasa sakit parah pada persendian di punggungnya yang menyebabkan dia tidak bisa berjalan dengan kaki kirinya.
Pengabaian Medis dan Kelaparan
Komisi tersebut menyoroti bahwa kesaksian-kesaksian tersebut mencerminkan pola yang lebih luas. Dari pengabaian medis dan kelaparan yang semakin intensif sejak 7 Oktober 2023.
Saat ini, sekitar 11.600 orang Palestina di tahan di penjara-penjara Israel. Tidak termasuk tahanan dari Gaza yang di tahan di kamp-kamp militer, menurut data Palestina.
Israel telah melanjutkan serangan dahsyat di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang meminta penghentian permusuhan segera.
Serangan itu telah menewaskan lebih dari 43.600 korban jiwa dan membuat wilayah tersebut hampir tidak dapat di huni.
Israel menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas tindakannya di daerah kantong yang di blokade tersebut.