Jerusalem (Lampost.co)—Iduladha bagi rakyat Palestina di Jerusalem Timur kali ini terasa berbeda dari biasanya. Penyebabnya agresi Israel yang tidak kunjung henti terus mendera saudara mereka di Jalur Gaza.
Serangan Israel yang sudah berlangsung lebih dari delapan bulan itu meredupkan semangat dan kegiatan ekonomi masyarakat Palestina di Jerusalem Timur dan Tepi Barat dalam menyambut hari raya Islam untuk memperingati pengorbanan keluarga Nabi Ibrahim tersebut.
Karena suasana yang muram dan tekanan ekonomi yang tiada berakhir, kegiatan di pasar-pasar Jerusalem Timur pun lesu.
Kelesuan tersebut terlihat salah satunya dalam perniagaan hewan kurban di Abu Dis, sebuah kota yang meskipun berbatasan langsung dengan Jerusalem Timur, terpisah karena adanya tembok pembatas Israel. Tembok pemisah tersebut mengungkung rakyat Palestina di sana.
Seperempat dari 450 ribu lebih warga Palestina di Jerusalem Timur tidak bisa leluasa bergerak ke kawasan lain karena dibatasi tembok pembatas buatan Israel pada 2003 itu.
Kawasan permukiman padat penduduk seperti Abu Dis merupakan satu dari sejumlah daerah yang terputus dengan Jerusalem. Warga Palestina yang tinggal di sana mau tak mau harus melewati pos pemeriksaan Israel setiap mereka hendak bekerja atau bersekolah.
Tembok pemisah itu juga merintangi hampir 3 juta warga Palestina di Tepi Barat dari bepergian ke Jerusalem Timur.
Terisolasinya Jerusalem Timur dari kawasan Palestina di Tepi Barat pun makin terasa dalam hari-hari raya seperti Iduladha. Bagi jutaan rakyat Palestina pun, melaksanakan ibadah di Masjid Al Aqsa, meski tampak di pelupuk mata, hanya menjadi angan belaka.
Tembok yang memecah kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Palestina di Jerusalem Timur itu, menurut laporan PBB, menyebabkan kerugian ekonomi 194 juta dolar AS (Rp3,18 triliun) bagi Palestina setiap tahunnya.
Dekat namun Jauh
Apabila tidak ada halangan, bepergian dari pusat kota Jerusalem Timur ke Abu Dis yang berjarak hanya beberapa kilometer sebenarnya cukup memerlukan waktu beberapa menit.
Namun, untuk mencapai Abu Dis saat ini, warga Palestina harus mengambil jalan memutar dan melintasi pos pemeriksaan Israel maupun permukiman Israel yang didirikan secara ilegal di Tepi Barat. Hal ini membuat perjalanan memakan waktu hingga satu jam.
Ghazi Jawhar, kepala Asosiasi Hewan Ternak Abu Dis, mengatakan dua daerah yang bersisian tersebut kini benar-benar terpisah akibat tembok pembatas Israel.
Menurut dia, hewan ternak adalah salah satu sumber pemasukan Abu Dis dan merupakan sumber pemasukan utama bagi masyarakat setempat. Namun, agresi Israel membuat tantangan masyarakat di Tepi Barat makin berat.
“Sudah harga gabah naik karena perang Ukraina, situasi terkini (perang di Gaza) pun makin berdampak buruk bagi hewan ternak kecil,” kata dia.
Ia mengatakan rasa duka amat terasa di hati seluruh rakyat Palestina akibat agresi Israel di Jalur Gaza. Mereka pun tak bisa berbahagia merayakan Iduladha.
“Kami seharusnya merasakan suasana Iduladha saat ini, tetapi hal tersebut jelas tak terjadi karena perang,” kata Jawhar.
Karena agresi militer Israel di Gaza, ucap dia, lebih dari 300.000 warga Palestina yang bekerja di Israel sudah lebih dari delapan bulan ini tidak bisa melanjutkan kerjanya.
Pejabat Otoritas Palestina (PA) pun tak luput terdampak. Ia mengatakan karena tindakan Israel, mereka tak menerima gajinya secara penuh.
Dampak ekonomi agresi Israel ke Jalur Gaza juga membuat pedagang hewan ternak kesulitan mengatur harga. Kondisi permintaan dan penawaran saat ini tidak memberi ruang bagi pedagang untuk menurunkan harga, kata Jawhar.
“Pakan ternak mahal, tapi permintaan sangat rendah. Kami sebenarnya mau membantu rakyat terkait (meringankan) harga. Namun, peperangan yang terjadi dan merosotnya pemasukan di Tepi Barat berdampak buruk atas kondisi saat ini,” ucap dia.
Hari Raya Tak Terasa
Sementara itu, Mohammad Abo Helal, seorang peternak di Abu Dis, mengatakan ia kesulitan mempertahankan peternakannya di tengah kesulitan yang dihadapi. Apalagi dengan terbatasnya akses karena tembok pembatas Israel.
“Kami pun benar-benar terdampak perang. Saat ini, masyarakat tengah sedih dan suasana hari raya pun tiada,” kata dia, menceritakan dampak perang terhadap kehidupan masyarakat.
Ia mengatakan permintaan hewan ternak untuk Iduladha kali ini menurun karena harganya yang terus naik. “Tampaknya, tren permintaan yang rendah seperti ini akan berlanjut,” ujarnya.
Abo Helal juga menyoroti pendudukan Israel di Tepi Barat dan agresi Israel di Jalur Gaza amat berdampak baginya.
“Peternakan kami kecil. Kami pun tak bisa memperluas peternakan ini karena pendudukan Israel,” kata dia.
“Kami sama sekali tidak merasakan kebahagiaan ataupun suasana hari raya. Rasanya hanya ada perang dan pendudukan di mana-mana,” ucap Abo Helal.
Selain itu, peternak lain bernama Suleiman Mosa mengeluhkan penurunan jumlah hewan ternak peliharaannya akibat tekanan ekonomi dari pendudukan Israel.
“Ayah saya dahulu bisa memelihara hingga ratusan ternak,” ucap dia.
Tapi sekarang, kata Abo Helal, dirinya dan saudaranya hanya bisa memelihara beberapa ekor.