Washington (Lmapost.co)— Sejumlah pakar kesehatan di Amerika Serikat (AS) percaya bahwa wabah Mpox akan lebih mudah di kendalikan dari pada Covid-19. Meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Mpox sebagai darurat kesehatan global.
Menurut laporan dari Anadolu Agency pada Senin, 26 Agustus 2024, pejabat kesehatan federal AS menyatakan bahwa kasus Mpox kemungkinan tidak akan menyebabkan penutupan sekolah. Seperti yang terjadi saat pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu.
Christina Hutson, kepala cabang poxvirus dan rabies di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) di Atlanta, menjelaskan bahwa berbeda dengan Covid-19. Mpox bisa kita kenali melalui lesi pada penderitanya, sehingga lebih mudah teridentifikasi.
“Tidak seperti Covid, yang tidak menunjukkan tanda fisik yang jelas. Mpox tidak menular kecuali ada kontak langsung dengan lesi,” jelas Hutson.
Carlos del Rio, seorang profesor kedokteran dan ahli penyakit menular di Emory University di Atlanta. Juga menegaskan bahwa sekolah-sekolah di AS tidak akan tertutup meskipun Mpox menyebar. “Pendekatan terhadap virus ini sangat berbeda,” katanya.
Michelle Taylor, direktur Departemen Kesehatan Shelby County di Memphis, Tennessee, menambahkan bahwa Mpox tidak menyebar melalui udara. Dan tidak ada bukti bahwa virus ini bermutasi atau menyebar dengan cara yang dapat menyebabkan penutupan sekolah.
“Berdasarkan ilmu pengetahuan, saya tidak percaya hal itu akan terjadi,” tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan bahwa penyebaran Mpox dapat di hentikan dan mengendalikan.
Sejak wabah global dimulai pada tahun 2022, lebih dari 100.000 kasus Mpox telah di laporkan ke WHO, dengan peningkatan signifikan terjadi di Afrika.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaporkan bahwa terdapat 59 kasus terkonfirmasi cacar monyet (Monkeypox/Mpox) di Jakarta dari 13 Oktober 2023 hingga 19 Agustus 2024.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, terdapat 11 kasus Mpox yang tersebar di delapan kecamatan di Jakarta.
Secara terperinci, pada Januari 2024 tercatat enam kasus, kemudian tiga kasus pada Februari 2024, dan masing-masing satu kasus terjadi di luar Jakarta pada Mei dan Juni.