Bandar Lampung (Lampost.co)–Andri Gustami, mantan polisi berpangkat AKP yang mendapat vonis mati karena terlibat jaringan narkoba internasional. Ia tertunduk lesu di kursi pesakitan sambil mendengarkan pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada Kamis, 29 Februari 2024.
AKP Andri Gustami merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) Tahun 2012 dan lahir 35 tahun yang lalu. Karir Andri Gustami di kepolisian terbilang mulus sebelum akhirnya mendapat putusan mati di pengadilan.
Di Polda Lampung, Andri juga pernah menjabat sebagai Kanit di Direktorat Reserse Kriminal Umum. Terakhir, ia menjabat sebagai Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan dan terlibat dalam jaringan Fredy Pratama.
Menjelang akhir tahun 2023 lalu, Polda Lampung mengungkap 39 tersangka penyalahgunaan narkotika. Puluhan tersangka itu merupakan anak buah Fredy Pratama, bos jaringan narkoba internasional yang hingga kini masih buron.
Ditresnarkoba Polda Lampung, Kombes Erlin Tangjaya membenarkan bahwa salah satu dari puluhan tersangka itu adalah AKP Andri Gustami. Dugaan awal, Andri memiliki peran penting dalam jaringan tersebut yakni sebagai kurir.
“Benar, dia (AKP Andri Gustami) masuk dalam jaringan tersebut,” ujarnya saat dikonfirmasi Lampost.co usai penangkapan, Rabu,12 September 2023.
Kemudian satu bulan setelah fakta itu terungkap, Andri Gustami menjalani sidang kode etik. Sidang berlangsung secara tertutup di Gedung Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Lampung pada 19 Oktober 2023.
Andri Kecewa terhadap Institusi dan Merasa Tak Dihargai
Setelah sidang kode etik, Andri kemudian menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Sidang pertamanya beragendakan pembacaan dakwaan oleh jaksa Eka Aktarini pada Senin, 23 Oktober 2023.
Di persidangan, Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan itu mengaku kecewa terhadap institusi Polri. Sebab sering mengungkap kasus besar tapi tidak ada penghargaan.
Andri melontarkan ungkapan kekecewaan itu kepada M Rivaldo alis KIF (tangan kanan Fredy Pratama) melalui pesan singkat. Kekecewaan itu memuncak usai ia berhasil menggagalkan dua kali pengiriman sabu-sabu di Lampung Selatan.
“Pada Maret 2023 terdakwa Andri Gustami menangkap kurir yang membawa 18 kilogram dan pada April 2023 kembali menangkap kurir yang membawa 30 kilogram sabu-sabu,” kata Jaksa Eka.
“Saya sudah setahun di Lampung Selata, sudah banyak penangkapan besar tapi tidak ada penghargaan. Kalo begini mending saya cari duit saja untuk masa depan,” kata Jaksa Eka membacakan pesan Andri Gustami kepada M Rivaldo itu.
Terkuak fakta di persidangan bahwa ada aliran dana cukup besar di tiga rekening yang berhubungan dengan Andri Gustami. Jaksa dalam dakwaannya menyebut, selama bergabung 2 bulan dengan jaringan tersebut, Andri mendapatkan bayaran total Rp1,3 miliar.
Jaksa Eka Aktarini memaparkan dalam dakwaannya, Andri Gustami telah mengamankan 8 kali pengiriman pada Mei-Juni 2023. Total narkoba yang telah ia bawa dari Pelabuhan Bakauheni Lampung Selatan menuju ke Merak seberat 150 kilogram.
“Setelah adanya kesepakatan jatah untuk terdakwa, terdakwa telah 8 kali membantu pengawalan narkotika milik Fredy Pratama,” kata Jaksa Eka.
Andri Gustami Divonis Hukuman Mati
Sebelum mendapatkan vonis hukuman mati, Andri Gustami telah menjalankan berbagai sidang mulai dari pembacaan dakwaan, mendengarkan keterangan saksi, tuntutan, juga pledoi. Puluhan saksi juga hadir dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Lingga Setiawan.
Vonis hukuman mati itu sesuai dengan tuntutan Jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan pada Kamis, 1 Februari 2024 di PN Tanjungkarang. JPU Eka Aftarini menyatakan perbuatan Andri telah melanggar pasal 114 Ayat (2), Juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
“Menuntut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Andri Gustami dengan pidana mati sesuai dengan dakwaan awal,” ucap Jaksa Eka membacakan tuntutan.
Jaksa mengatakan, dalam tuntutan tersebut terdapat hal yang memberatkan terdakwa. Sementara tidak ada hal yang meringankan Andri Gustami, mengingat ia merupakan seorang penegak hukum
“Terdakwa yang merupakan anggota Polri telah menyalahgunakan jabatan, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Sementara hal yang meringankan tidak ada,” kata Jaksa Eka.
Kemudian pada sidang selanjutnya, Andri mengajukan nota pembelaan atau pledoi. Terdakwa Andri membacakan nota pembelaan itu dalam sidang yang berlangsung pada Rabu, 7 Februari 2024. Namun pledoi itu ditolak.
Hingga akhirnya pada Kamis, 29 Februari 2024, Andri mendapat vonis pidana mati dari Majelis Hakim PN Tanjungkarang.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lingga Setiawan mengatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Menjatuhkan pidana mati terhadap terdakwa Andri Gustami dan tetap berada di dalam tahanan,” kata Ketua Majelis Hakim, Lingga.
Lingga juga menilai perbuatan Andri Gustami berdampak negatif secara luas dan merusak generasi bangsa. Terlebih tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba.
“Yang meringankan terdakwa tidak ada, sehingga pantas menerima hukuman pidana mati,” katanya.