Jakarta (Lampost.co): Jelang pemilihan kepala daerah (pilkada), Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menyusun panduan dan rujukan kriteria calon kepala daerah sadar HAM. Artinya, calon yang memiliki kesadaran dan komitmen terhadap pemajuan, pemenuhan, dan penegakan hak asasi manusia.
Wakil Ketua Internal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan itu merupakan upaya mendorong penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara. Termasuk hak untuk memilih, hak untuk dipilih, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada, terutama hak-hak kelompok kelompok marginal rentan.
“Undang-Undang Pilkada menegaskan bahwa pasangan Calon Kepala Daerah mendapat usulan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Dengan demikian, Kepala Daerah memiliki dan mengemban posisi strategis dalam menentukan arah kebijakan pemerintahan di daerah. Maka, penting untuk memastikan bahwa Calon Kepala Daerah terpilih tidak hanya mengakomodir visi, misi dan tujuan partai politik pendukungnya. Tetapi, mampu menempatkan kepentingan Bangsa dan Negara di atas segalanya. Kemudian, menghasilkan kebijakan yang berorientasi pada penghormatan, pemenuhan dan pelindungan Hak Asasi Manusia,” ujar Pramono, di Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024.
8 Kriteria
Komnas HAM menetapkan 8 kriteria Calon Kepala Daerah sadar HAM yakni memiliki visi, misi, dan program kerja yang selaras dengan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, memperkuat program pembangunan daerah yang berperspektif Hak Asasi Manusia, inklusif, dan berkelanjutan. Kemudian, memiliki komitmen untuk memperkuat demokrasi, supremasi hukum, dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari tindak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan memiliki integritas. Selanjutnya, tidak pernah ada pidana atau berhenti secara tidak hormat karena korupsi, kekerasan seksual (TPKS), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan terhadap anak, perdagangan orang (TPPO), narkoba, illegal logging dan pelanggaran HAM. Selanjutnya, memiliki rekam jejak, visi, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Selain itu, memiliki komitmen dalam menyelesaikan konflik agraria.
Lalu, memiliki komitmen politik untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Seperti kasus penambangan liar, sengketa lahan, perizinan pendirian rumah ibadah, pencemaran lingkungan, dan lainnya. Kemudian, memiliki komitmen untuk mendorong dan mendukung penguatan organisasi masyarakat sipil dan pembela HAM. Terutama dari kelompok rentan dan memiliki komitmen untuk mengikuti proses pemilihan yang jujur, dan adil. Mengedepankan visi, misi, dan program serta menghindari politik transaksional dan penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).