Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak secara nasional akan terlaksana Rabu, 27 November 2024 mendatang. Para pejabat publik perlu menahan diri dan menjunjung tinggi netralitas pada tahun politik ini.
.
Apalagi pilkada berlangsung secara nasional, seluruh provinsi, kabupaten dan kota. Peristiwa pemilu besar ini baru pertama kali terlaksana di Indonesia. Selain baru pertama kali, pesta demokrasi ini tergelar pasca Pemilu 2024 yang masih menyisakan kekecewaan pada kalangan peserta pilpres, pileg, dan lingkungan masyarakat.
.
Dosen Komunikasi Politik Universitas Lampung, Nanang Trenggono berpendapat seluruh pihak wajib belajar dari kekurangan yang ada. Baik dalam pemilihan presiden/wakil presiden (pilpres) maupun pemilihan legislatif (pileg) pada 14 Februari 2024 kemarin.
.
.
“Dapat disimpulkan, salah satu yang perlu dikoreksi dan tidak berulang adalah perspektif dan sikap. Serta perilaku pejabat publik untuk bersikap adil dan setara kepada semua calon atau paslon,” katanya, Kamis, 6 Juni 2024.
.
Nanang mengatakan dalam pilkada, wajib bersikap adil kepada calon gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, dan walikota serta wakil walikota. Kemudian ia menceritakan dalam UU Pilkada. Ada pasal yang menyatakan bahwa pejabat publik seperti gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, camat, atau lurah/kepala desa netral. Mereka tidak mengeluarkan pernyataan, sikap, perilaku atau kebijaksanaan yang merugikan. Bahkan menguntungkan para calon/paslon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
.
Selanjutnya ia mengatakan memang, UU tidak mengatur tentang sikap pejabat publik kepada bakal calon atau bakal pasangan calon. Tidak ada pengaturan dalam UU, tidak selalu termaknai sebagai kelemahan regulasi. Karena, faktor utama dan determinan itu, adalah agen, subjek atau aktor pejabat untuk menempatkan bersikap adil sebagai nilai tertinggi membangun pilkada serentak nasional yang jujur dan adil.
.
“Oleh karena itu, para pejabat publik perlu memiliki kesabaran, dan menahan diri untuk bersikap berlebihan. Kemudian jauh dari rasa keadilan bagi kepentingan menciptakan pilkada yang demokratis dan mendorong pemilih otonom,” kata Komisioner KPU Provinsi Lampung periode 2008-2013 dan 2014-2019 ini.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT