Jakarta (Lampost.co) – Anggota Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda mengatakan DPR akan transparansi dalam membahas revisi Undang-Undang No.7/2013 tentang Pemilu. Terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden oleh partai politik atau presidential threshold. Itu merupakan dampak dari Putusan MK Nomor. 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Sementara MK dalam pertimbangan hukumnya meminta DPR dan pemerintah untuk menjalankan tugas konstitusional. Ini agar penghapusan ambang batas syarat pencalonan presiden dan wakil presiden tak kontraproduktif. Terlebih sesuai dengan cita-cita demokrasi.
“Kami ini lembaga yang mendapatkan tugas oleh konstitusi, DPR dan pemerintah. Percayakan kepada kami dulu, biarkan prosesnya kami bangun dengan baik transparan dan akuntabel,” ujar Rifqinizamy melalui keterangannya, Minggu, 19 Januari 2025.
Kemudian Rifqinizamy mengungkapkan masyarakat tak perlu khawatir dengan kinerja DPR dan pemerintah dalam melakukan rekayasa konstitusi. Permintaan untuk itu merupakan pertimbangan hukum MK dalam memutus perkara penghapusan ambang batas pencalonan presiden.
Lalu Rifqinizamy berkomitmen untuk membuka ruang partisipasi bagi masyarakat. Agar terlibat dalam memantau pembentukan norma baru UU Pemilu. Seluruh rangkaian tahapan tersebut akan mempertimbangkan asas transparansi dan akuntabilitas.
“Meaningful participation saya jamin. Sekarang seluruh rapat Komisi II DPR itu live. Dan tersiarkan langsung melalui media sosial dan direkam. Jadi, kami bisa pertanggungjawabkan akuntabilitas dan transparansi. Seluruh forum yang ada pada Komisi II DPR RI,” tegas Rifqi.
Negative Legislator
Kemudian ia menilai bahwa MK memposisikan diri sebagai negative legislator. Dalam putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden. Sehingga hanya membatalkan norma. Sedangkan, jika MK bertindak sebagai positive legislator. Permintaan rekayasa konstitusi kepada DPR dan pemerintah tak diperlukan. Oleh karena itu, DPR dan pemerintah berkewajiban merespons putusan MK. Terkait memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusi.
“Sebetulnya kalau MK memposisikan diri tidak menjadi negative legislator. Ya tidak hanya membatalkan norma Pasal 222. Tapi menjadi positive legislator membentuk norma. Debat ini menjadi ada karena pertimbangan hukumnya diminta kami melakukan constitutional engineering. Karena itu percayalah (Komisi II akan melakukan,” katanya.
Lalu menurutnya, rekayasa konstitusi yang akan terlaksanakan DPR dan pemerintah untuk mengantisipasi pasangan capres-cawapres yang terlalu banyak. Maka dalam pertimbangan hukumnya. MK meminta agar melakukan formulasi agar hak konstitusional warga negara dapat terpenuhi.
“Yang minta jangan terlalu banyak tuh nggak ada pernyataan dari DPR. Pernyataan itu jadi pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62 Tahun 2024 yang kira-kira bunyinya. Kalau partai politik peserta pemilu ada 30 maka amat memungkinkan jumlah pasangan capres-cawapres juga 30. Karena itu, pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan pemerintah mendapatkan tugas oleh Mahkamah Konstitusi. Untuk melakukan apa yang mereka sebut sebagai constitutional engineering atau rekayasa konstitusional. Dengan lima order atau lima guidance,” jelas Rifqinizamy.
Lebih lanjut, Rifqinizamy mengatakan Komisi II DPR telah menjadwalkan rapat bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Dan lembaga penyelenggara pemilu untuk merumuskan norma dalam putusan MK. Termasuk melibatkan pegiat kepemiluan dan akademisi dalam memformulasikan norma baru dalam UU Pemilu.
“Nah posisi Komisi II dan DPR, saat ini masih masa reses. Nanti tanggal 21 Januari baru rapat paripurna pembukaan masa sidang. Kendati demikian, komitmen Komisi II yang teramanahkan kepada saya untuk memimpin. Kami akan sangat serius. Pertama, melakukan evaluasi pemilu baik pileg, pilpres, maupun pilkada. Dan kami akan mengundang seluruh stakeholders kepemiluan. Baik itu yang berasal dari society maupun akademisi,” katanya.