Bandar Lampung (Lampost.co) — Sebanyak lebih dari 30 perusahaan pengolahan singkong di Lampung telah mengikuti instruksi Gubernur Lampung terkait penetapan harga singkong Rp1.350 per kilogram, dengan potongan maksimal sebesar 30 persen.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, mengatakan bahwa penetapan harga ini merupakan bentuk keberpihakan kepada petani singkong. “Kami mengapresiasi sekitar 30 perusahaan yang telah mengikuti harga dan potongan sesuai instruksi Gubernur. Namun, masih ada 3 hingga 4 perusahaan yang belum menjalankan,” ujarnya.
Ia menambahkan, evaluasi akan segera terhadap perusahaan-perusahaan yang belum mematuhi aturan tersebut. “Kami ingin seluruh pabrik patuh agar sistem tata niaga ini benar-benar adil bagi petani,” kata Mikdar.
Dukungan juga datang dari industri yang tergabung dalam Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI). Ketua PPTTI Lampung, Welly Soegiono, menyatakan bahwa seluruh anggota asosiasi, yang terdiri dari 18 perusahaan, telah menyatakan kesediaannya untuk mengikuti instruksi Gubernur.
“Kami sepakat dengan kebijakan Gubernur yang bertujuan agar usaha tetap berjalan dan petani tidak dirugikan. Semua anggota kami patuh, kecuali dua pabrik yang sementara tutup karena perbaikan mesin,” ujarnya.
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, sebelumnya menegaskan bahwa penetapan harga dasar adalah bagian dari solusi menyeluruh. Ia mendorong pemerintah pusat untuk segera menetapkan larangan dan pembatasan impor (Lartas) singkong dan turunannya, seperti tapioka.
Mikdar Ilyas juga menekankan bahwa kewenangan untuk menetapkan Lartas bukan ada di Kemenko Pangan, melainkan di Kemenko Perekonomian sebagai koordinator lintas sektor ekonomi. “Soal harga di daerah sudah selesai, kini bola ada di pemerintah pusat. Lartas adalah wewenang Kemenko Perekonomian, bukan Kemenko Pangan. Ini mendesak, jangan tunggu ekonomi global membaik, lihat dulu ekonomi petani kita,” tegas Mikdar.
Penghasil Singkong
Ia juga mengingatkan bahwa Lampung sebagai penghasil singkong terbesar di Indonesia, justru petani di Lampung yang paling menderita akibat tekanan harga dan sistem potong yang tidak adil. Jika kebijakan nasional tidak segera berpihak, maka petani bisa beralih ke komoditas lain, dan industri pun akan terdampak.
“Kami dorong pemerintah pusat segera ambil keputusan. Ini bukan soal angka makroekonomi, tetapi soal keberlanjutan hidup petani singkong dan industri yang menyerap hasil mereka,” tutup Mikdar.
Dengan dukungan sekitar 30 pabrik, Pemerintah Provinsi Lampung bersama DPRD kini menunggu langkah nyata dari pemerintah pusat untuk menyempurnakan regulasi tata niaga singkong nasional.
Berikut adalah daftar perusahaan pengolahan singkong yang mendukung keputusan Gubernur Lampung:
-
SPM 1 Mesuji
-
SPM 2 Lampung Tengah
-
Pr. Muara Jaya Lampung Timur
-
PT. Sungai Bungur Indo Perkasa Lampung Timur
-
Way Raman Lampung Timur
-
Dharma Jaya Lampung Tengah
-
Jaya Abadi Tapioka Lampung Utara
-
Berjaya Tapioka Lampung Timur
-
Berjaya Tapioka Tulang Bawang Barat
-
Sinar Agro Semesta Tulang Bawang
-
PT. Tedco Agri Makmur Lampung Tengah
-
BSL Tulang Bawang Barat
-
PT. Mitra Pati Mas Lampung Tengah
-
PT. BTS Mesuji
-
Umas Jaya Agrotama 1 Pabrik
-
Tapioka Bangun Jaya Lampung Tengah
-
Tapioka Bangun Makmur Lampung Tengah
-
CV Central Intan Tulang Bawang Barat
-
CV Lautan Intan Lampung Timur
-
PT Samudera Intan Tapioka Kota Bumi Lampung Utara
-
PT Surya Intan Tapioka Lampung Utara
-
PT Hamparan Bumi Mas Abadi Lampung Tengah
-
PT. Sinar Agro Semesta Lampung Tengah
-
CV. Agri Starch Tulang Bawang Barat
-
PT. Mentari Prima J. Abadi Tulang Bawang Barat
-
CV. Gunung Mas Putra Kencana 1 Lampung Tengah
-
CV. Gunung Mas Putra Kencana 2 Wates Lampung Tengah
-
CV. Gunung Putra Kencana 3 Soponyono Way Kanan
-
PT. Gunung Sugih Lampung Tengah
-
PT. TWBP Gunung Batin Lampung Tengah
-
PT. TWBP Tulang Bawang
-
PT. TWBP Kota Bumi
-
PT. TWBP Kalicinta