Bandar Lampung (Lampost.co) — Keluarga siswa PKL yang jatuh saat memperbaiki lampu penerangan jalan umum (PJU) di jembatan layang Kalibalau menyayangkan korban BF disuruh ikut naik crane.
Kakak kandung BF, Doni Andika mengungkapkan, adiknya sedang menjalankan PKL dari sekolahnya di Dinas PU Bandar Lampung. Keluarga sangat menyayangkan korban di tugaskan naik crane tanpa kelengkapan keamanan.
“Kami sangat menyayangkan kenapa anak PKL di minta kerja seperti itu. Apalagi tidak ada prosedur K3 yang mereka tetapkan di lapangan,” ungkapnya, Selasa, 30 Juli 2024.
Doni mengaku mendapatkan keterangan dari guru pengawas, adiknya di minta Dinas PU untuk ikut naik crane bersama 1 pekerja lainnya. Padahal, crane yang mereka gunakan hanya berkapasitas maksimal 1 orang.
“Gurunya saja bilang kok anak PKL di suruh ikut naik. Sedangkan mobil crane itu seharusnya untuk satu orang. Bisa saja dua, asal kondisinya masih bagus,” ujarnya.
Baca Juga: Dua Pekerja Penerangan Jalan Jatuh di Flyover Antasari
Akibat kejadian tersebut, lanjut Doni, adiknya mengalami luka cukup serius hingga menjalani serangkaian operasi. Luka tersebut di antaranya yakni patah tangan kanan, patah tulang paha, tulang pipi retak, dan luka bakar akibat ponsel yang berada di saku meledak karena benturan.
Ia berharap Pemkot Bandar Lampung melakukan audit dan evaluasi terhadap Dinas PU, agar tidak ada lagi kejadian serupa. Sebab, menurutnya, kecelakaan kerja kedua korban alami akibat kelalaian penerapan prosedur K3 di lapangan.
“Kami harap tidak akan ada lagi kejadian seperti yang menimpa adik kami tersayang. Untuk itu Pemkot Bandar Lampung harus berbenah,” katanya.
Meski demikian, Doni mengucapkan terima kasih atas respon cepat pihak Pemkot Bandar Lampung. Sebab seluruh biaya pengobatan dan biaya lainnya sudah Pemkot tanggung.
“Intinya dari pihak pemkot sudah bertanggung jawab, kami sudah bersyukur,” ujarnya.
Menjalani Operasi
Boby Fatir, siswa PKL yang jatuh dari atas Flyover Antasari telah menjalani penanganan medis. Siswa SMKN 2 Bandar Lampung itu mendapat operasi pada bagian rahang, tangan, dan kaki.
Ayah Boby, Suwarno mengungkapkan, anaknya telah melakukan operasi di bagian kaki dan tangan karena patah. Operasi langsung dilakukan tidak lama setelah musibah itu menimpa Boby pada 30 Juli lalu.
Kemudian sang anak kembali menjalani operasi di bagian rahang pada 2 Juli kemarin. Meski telah menjalani dua kali operasi medis, siswa yang masih duduk di kelas dua itu belum boleh pulang ke rumah.
“Alhamdulillah setelah dioperasi mulai membaik, tapi masih harus dirawat di rumah sakit,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, anaknya belum bisa bergerak walau telah menjalani dua kali operasi. Namun, Boby tidak mengeluhkan sakit meski sulit bergerak.
Selama di rumah sakit, Boby hanya berbaring tanpa bisa bergerak. Bahkan untuk duduk pun masih berat ia lakukan. “Tangan dan kakinya setiap hari masih dilatih bergerak oleh dokter,” jelas Suwarno.
Tanpa Alat Keamanan
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Umi Fadilah Astutik mengungkapkan, dari hasil penyelidikan sementara kedua korban menaiki crane tanpa terlengkapi dengan alat keamanan. Bahkan, pihaknya sama sekali tidak menemukan alat keamanan yang mereka bawa, baik di box crane ataupun di mobil. Hal tersebut menunjukkan, tidak ada alat keamanan yang mereka siapkan dalam menjalankan tugas.
“Alat keamanan tersebut semisal helm pelindung, tali pengaman, dan rompi sesuai standar keamanan,” kata Umi, Rabu, 31 Juli 2024.
Selanjutnya, kepolisian masih melakukan uji forensik terhadap kelayakan mobil crane yang mereka gunakan dan standar K3 yang mereka terapkan. Hal tersebut untuk mengetahui penerapan K3 oleh Dinas PU Bandar Lampung terhadap pekerja yang menjadi korban.
Umi menambahkan, kepolisian setempat juga telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus tersebut di antaranya rekan sopir mobil hingga teknisi pada Dinas PU Bandar Lampung. “Sejauh ini sudah ada tiga saksi kami periksa mintai keterangannya,” ujarnya.