Bandar Lampung (Lampost.co) — Kondisi angkutan kota (angkot) di Bandar Lampung semakin memprihatinkan. Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Lampung, Erwin Oktafianto, menilai hal itu terjadi akibat buruknya tata kelola transportasi umum oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, Bandar Lampung pernah memiliki sistem transportasi yang hidup dan beragam. Namun, kebijakan yang tidak berpihak kepada pengusaha transportasi membuat sektor ini perlahan mati.
Salah satu kebijakan yang dinilai memberatkan yakni perubahan pembagian trayek utama, cabang, dan ranting. Jalur utama yang sebelumnya dapat dilalui angkot kini hanya boleh dioperasikan bus. Ironisnya, tidak ada penegakan aturan maupun penyediaan armada bus pengganti oleh pemerintah.
“Trayek yang ada dianggap kurang menguntungkan bagi pengusaha angkot karena tidak direncanakan dengan baik,” ujar Erwin, Selasa, 7 Oktober 2025.
Ia menambahkan, pemerintah tampak abai terhadap keberlangsungan transportasi umum. Hal itu terlihat dari bus rapid transit (BRT) milik pemerintah yang kini tidak lagi beroperasi karena tidak memiliki biaya operasional. Padahal, biaya tersebut semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui anggaran APBD.
“Kondisi ini semakin parah sejak hadirnya taksi dan ojek daring. Karena sulitnya akses ke angkutan umum, masyarakat beralih ke transportasi online,” kata Erwin.
Untuk memperbaiki keadaan, Erwin menilai pemerintah perlu duduk bersama dengan para pengusaha angkutan guna menyusun kebijakan yang realistis dan tidak memberatkan kedua belah pihak. Pemerintah juga perlu menyiapkan jaringan angkutan umum yang saling terhubung agar efisien dan sesuai kebutuhan warga.
“Kita sekarang terpaksa naik angkutan online karena angkot sudah sulit ditemukan. Mau naik angkot ilegal terus? Bahaya, karena tidak ada asuransi kalau terjadi kecelakaan,” pungkasnya.