Bandar Lampung (Lampost.co)– Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Lampung perkuat kapasitas dan peran perempuan dalam penanggulangan bencana alam yang sewaktu-waktu dapat terjadi di daerah setempat.
Sekretaris BPBD Provinsi Lampung, Eka Yuslita Dewi mengatakan penguatan kapasitas perlu karena perempuan merupakan bagian dari kelompok rentan dalam keseluruhan proses penanggulangan bencana.
Baca juga: Peringatan Hujan Lebat Disertai Petir di Lampung Hingga 10 Desember
“Hal ini mengacu pada penelitian Lembaga OXFAM di tahun 2005 terkait dampak tsunami Aceh 2004 terhadap perempuan. Data menyebutkan mayoritas 55-70 persen korban meninggal adalah perempuan,” kata dia, Minggu, 8 Desember 2024.
Dari kondisi tersebut, BPBD Provinsi Lampung bersama dengan Konsulat Amerika Serikat untuk Kawasan Sumatra membahas terkait isu gender dan bencana menjadi tantangan bersama.
“Ini juga menegaskan penguatan peran kelompok rentan bencana. Khususnya bagi perempuan harus menjadi bagian dari kebijakan penanggulangan bencana dan pembangunan,” jelas Eka.
Pihaknya berupaya agar pencegahan dan mitigasi, serta resiliensi masyarakat khususnya perempuan terhadap bencana bisa terpenuhi. Sehingga sebagai harapan bersama membangun kapasitas individu atau kelembagaan perempuan dalam ketangguhan bencana.
“Tingginya angka dan persentasi perempuan sebagai korban bencana antara lain penyebabnya karena naluri perempuan yang ingin melindungi keluarga dan anak-anaknya. Sehingga seringkali membuat mereka abai akan keselamatan diri sendiri,” jelas dia.
Artinya secara kodrat perempuan itu selalu ingin melindungi anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Dalam konteks ini, kodrat perempuan harus perlu mengimbangi kapasitas kesiapsiagaan dan penyelamatan diri.
“Ketika perempuan secara individu ataupun kelembagaan memiliki kapasitas. Maka tingkat ketahanan atau resiliensi mereka terhadap bencana akan turut meningkat,” katanya.
Kelompok Sosial
Terlebih, struktur budaya di Indonesia, perempuan di desa ataupun di kota banyak tergabung dalam kelompok atau perkumpulan sosial. Keberadaan kelompok perempuan misalnya pengajian, arisan, ibu-ibu PKK, Darma Wanita di masyarakat merupakan suatu modal sosial.
“Perlu melakukan hal ini untuk mewujudkan kesetaraan akses, kapabilitas, sumber daya, dan peluang bagi individu atau kelembagaan perempuan dan kelompok rentan lainnya,” kata dia.
Dia berharap upaya tersebut bisa jadi pondasi bagi semakin tumbuh dan berkembangnya partisipasi perempuan. Bahkan memperkuat kepemimpinan perempuan lokal dalam setiap tahapan penanggulangan bencana.
“Sehingga tujuan dari melindungi, menyelamatkan dan mengurangi risiko akibat dari kejadian bencana bisa terwujud,” tutup dia.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News