Bandar Lampung (Lampost.co) — Kelestarian musik tradisional terbilang memprihatinkan di tengah perkembangan zaman dan teknologi saat ini. Sebab, anak muda kini lebih gemar mendengarkan dan memainkan musik modern.
Kondisi tersebut memacu semangat Erizal Barnawi untuk berkontribusi dalam melestarikan seni budaya agar tetap terdengar pada generasi-generasi penerus bangsa ke depannya.
Motivasi itu membawa pria asal Lampung tersebut untuk melatih masyarakat bisa memainkan alat musik tradisional, mulai dari anak-anak, mahasiswa, dan dewasa hingga menggaungkannya ke telinga masyarakat dunia.
“Saya sempat pentas di tiga kota kawasan Thailand pada 2019. Lalu memainkan alat musik tradisional di Mesir, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Singapura,” kata Barnawi, saat ditemui Lampung Post, Kamis, 31 Oktober 2024.
Semangat melestarikan musik nusantara tersebut berawal saat usianya masih 12 tahun pada 2002. Barnawi yang masih duduk di kelas VI sekolah dasar (SD) mulai mempelajari gitar tunggal pemberian ayahnya. “Saat itu ayah membelikan gitar untuk kakak, tetapi malah saya yang mendalami,” kata dia.
Gitar dari ayahnya tersebut menuntunnya untuk mendalami musik tradisional mulai kelas VII SMP hingga SMA. Dia memulainya dengan mempelajari gitar klasik Lampung atau petik tunggal dari para senior ekstrakurikuler seni musik di sekolah.
Termasuk seniman-seniman terkenal musik tradisional Lampung dengan melihat karya-karya dan permainannya secara langsung.
“Saya belajar musik tradisional ini tidak hanya pada satu guru. Sebab, kawan dan lingkungan juga membentuk saya sehingga ada banyak guru yang mengajarkan,” ujarnya.
Kesukaannya terhadap gitar tunggal itu membentuknya menjadi gaya hidup dan berjuang untuk melestarikannya.
Untuk itu, dia menyelami musik tradisional berbagai daerah di Indonesia dengan berkuliah di jurusan seni musik Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Masa tersebut membuat kemampuannya berkembang ke alat musik daerah lainnya.
Sementara khusus alat musik khas Lampung, dia dapat memainkan gambus, gamolan, serdam, serdapan, fiul, gitar klasik pesisir, gitar klasik pepadun, kulintang, plenongan, krumungan, tanoh balak, gindang, tawak-tawak, gender, gelitak, gujih, dan canang.
Melatih Masyarakat
Ilmu yang diraih selama belasan tahun belajar sejak SD hingga kuliah itu menjadi bekalnya untuk melatih masyarakat agar bisa ikut memainkan alat musik daerah. Upaya tersebut demi niatnya agar musik tradisional Lampung tetap lestari secara berkelanjutan kepada generasi-generasi selanjutnya.
“Melestarikan dan menjadikannya sebagai passion menjadi wujud cinta terhadap kebudayaan. Apalagi, saya putra daerah asli suku lampung. Sehingga, kalau bukan anak Lampung, siapa lagi?” kata dia.
Pelatihan-pelatihan kepada masyarakat itu dilakukannya dengan mengajar anak-anak PAUD hingga mahasiswa di sejumlah kampus, seperti pendidikan musik dengan alat petik tunggal, gamolan, dan beberapa alat musik lainnya.
Dia pun membentuk sanggar yang dinamai Barnawi Ensemble, sebagai wadah masyarakat memiliki kegiatan positif. Belasan anggota di dalam sanggar tersebut diajarkan untuk memainkan alat musik dan membuat karya yang hasilnya bisa ditampilkan dalam berbagai acara musik dan adat.
“Dari pentas di acara-acara itu akhirnya mendapatkan upah sehingga memberikan tambahan pendapatan untuk mereka,” kata dia.
Termasuk anak didik yang dibawanya tampil hingga ke luar negeri atas permintaan langsung dari pemerintah. Pentas tersebut membawa misi promosi budaya dan langsung ditonton penduduk lokal negara itu.
Meski ada warga Indonesia, tetapi antusiasme besar datang dari masyarakat setempat. Bahkan, ekspektasi tinggi itu memacu para penonton untuk bertanya-tanya guna mengetahui lebih banyak terkait alat musik yang ditampilkannya.
“Saya tampilkan gambus, gamolan, dan gitar tunggal untuk dari daerah Lampung. Pernah juga menampilkan alat musik daerah lain, seperti Aceh, Bali, Jawa, dan Sunda,” kata dia.
Dia mengaku konsep pelatihan alat musik tradisional Lampung mengadopsi materi-materi perkuliahan di ISI Yogyakarta, seperti penotasian dan model pembelajaran.
Proses belajar di jenjang perguruan tinggi itu mengajarkan kesenian nusantara secara umum. Namun, ilmu-ilmu tersebut dapat diterapkan saat mengabdi di daerah asal.
“Selama mengajar sejak 2016 sampai sekarang, baik secara formal maupun nonformal, ada lebih dari 200 orang yang dilatih,” kata dia.
Namun, proses belajar mengajar tidak selalu berjalan mulus. Sebab, terdapat pula berbagai tantangan, seperti komitmen dalam latihan, kekurangan peralatan, dan kesamaan rasa dalam bermusik. Hal itu membuat kesulitan dalam belajar dan menerima materi.
Apalagi upaya dalam melestarikan musik tradisional yang memiliki kesulitan jauh lebih besar. Di antaranya banyak warga yang tidak tahu notasi balok atau angka, tidak lancar dalam praktek, dan melantunkan dalam teknik vokal. Hal itu yang membuat anak didiknya kerap jenuh hingga putus asa.
“Tapi, kalau anak-anak yang memang menyukai musik daerah biasanya akan lancar,” kata dia.
SATU Indonesia Awards Penyulut Perjuangan
Jalan panjang itu ternyata mengantarkannya untuk berpartisipasi dalam Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (SIA) 2022.
Keikutsertaannya itu berawal saat sepupu dari Barnawi memberikan info penghargaan tahunan dari Astra tersebut. Saudaranya itu meyakini pria 34 tahun tersebut sebagai generasi muda yang berkarya dan secara berkelanjutan berkontribusi membangun masa depan bangsa yang lebih baik.
Dia awalnya tidak memiliki ekspektasi untuk bisa mendapatkan penghargaan tersebut. Namun, dia ternyata menjadi salah satu dari 60 peraih SIA 2022 tingkat provinsi bidang pendidikan.
Apresiasi tersebut menjadi penyulut semangatnya untuk memperjuangkan kesenian tradisional tetap lestari secara berkelanjutan meski dirinya tidak bisa lagi mengajar ke depannya.
Upaya itu dilakukannya dengan menerbitkan buku dan jurnal. Total terdapat delapan karya tulis yang dihasilkannya terkait musik perunggu, orkes gambus Lampung, dan gitar klasik Lampung. Lalu menciptakan belasan karya musik berupa lagu, aransemen, komposisi.
Selanjutnya, dia tengah berusaha membuat pola pembelajaran yang nyaman bagi masyarakat sehingga menjadi pijakan untuk mengembangkannya secara turun-temurun.
Kemudian memiliki semua alat musik Lampung yang diletakkan pada satu tempat khusus sehingga bisa dipakai masyarakat, baik lokal maupun luar Lampung untuk belajar.
Sebab, Barnawi ingin generasi muda lebih terbuka untuk mendalami musik tradisional, meski di tengah gempuran musik modern dan perkembangan teknologi. Sebab, warisan budaya yang kaya dan beragam akan berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia ke depannya.
“Generasi muda harus banyak membuat forum ilmiah, perkumpulan, atau komunitas untuk menghasilkan karya di bidang ini sehingga lebih sering digelar event musik tradisional,” kata dia.