Bandar Lampung (Lampost.co) — Seorang pemuda asal Bandar Lampung, Norman Jefferson Nainggolan, menjejaki kiprahnya di kancah internasional di bidang musik, khususnya dalam memainkan biola.
Kelihaian permainannya dalam memainkan alat musik gesek itu membawa violinis muda tersebut menyabet Beasiswa Indonesia Maju (BIM) ke universitas top dunia di bidang seni, yaitu Royal Conservatoire of Scotland.
Bahkan, saat ini mahasiswa tersebut kini tengah menjalani tur konser ke 12 kota dunia dalam ajang Asian Youth Orchestra (AYO) selama 13 Juli hingga 31 Agustus 2024.
BACA JUGA: Demi Danai Perayaan HUT Ke-79 RI, Pemuda di Gadingrejo Rela Kerja Bangunan
Konser orkestra itu berlangsung di Hong Kong, Guangzhou, Nanjing, Shanghai, Beijing, Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur, Taipei, Chiayi City, Yokohama, dan Tokyo.
Konser itu dengan latihan selama 14 hingga 22 Juli di The Tianjin Juilliard School, Beijing, sebagai jurusan kesenian top dunia. Kemudian kembali berlatih di Hong Kong pada 24 sampai 31 Juli.
Norman Jefferson Nainggolan, mengatakan AYO ke 32 menjadi salah satu prestasi tertingginya dalam audisi perform. Sebab, proses audisinya yang berat dan beranggota 103 musisi muda terbaik Asia dari berbagai macam alat musik.
Sebagian besar peserta orkestra itu adalah pemuda-pemuda asal Tiongkok, Hong Kong, Jepang, dan Korea. “Sedangkan, Indonesia hanya memiliki satu peserta, yaitu Norman. Apalagi, konsernya berlangsung di hall orkestra ternama dunia,” kata Hasna.
Dari ajang tersebut, pemuda Lampung tersebut turut terpilih sebagai peserta yang melakukan rekaman untuk musik maskapai Cathay Pacific. Hal itu tidak seluruh anak terpilih untuk memiliki kesempatan tersebut. “Lagu dari rekaman itu diperdengarkan saat perjalanan pesawat,” ujarnya.
Audisi Terberat
Menurut dia, audisi untuk masuk AYO termasuk berat karena harus bersaing dengan musisi muda yang sebelumnya pernah mengikuti ajang tersebut.
Sehingga, banyak peserta yang sudah mengetahui peraturan dalam audisi itu sedangkan Norman masih buta. Untuk itu, peserta lama lebih berpeluang untuk lolos.
Terlebih, di samping proses audisi masih ada kesibukan sebagai mahasiswa baru, tugas kampus, dan aktif dalam sejumlah konser di Glasgow, Skotlandia.
Sebab, dia harus lebih mementingkan kuliah sebagai mahasiswa peserta beasiswa. Untuk itu tidak memiliki target khusus untuk mengikuti ajang tersebut.
Bahkan, sempat ragu untuk mengikutinya. Meski orkestra ini tidak mendapatkan bayaran, tetapi ini kesempatan bagus dan akan bertemu dengan banyak teman dari berbagai negara.
“Akhirnya, memutuskan untuk ikut dengan persiapan tidak sampai sebulan untuk rekaman dan lainnya. Ternyata, saat pengumuman lolos dan satu-satunya dari Indonesia,” kata Hasna.
Menurutnya, ajang AYO tersebut tidak ada lagi untuk belajar memainkan alat musik. Grup orkestra itu hanya tinggal melatih kekompakan setiap pemain. Beruntungnya, pendidikan di Glasgow memberinya banyak ilmu baru berstandar internasional.
“Mengikuti konser ini bisa mendapatkan pengalaman konser satu bulan berpindah-pindah tempat dan mengetahui kebiasaan serta kebudayaan negara lain,” ujarnya.
50 Prestasi Internasional
Selain itu, pencapaian tertinggi Norman secara umum adalah lolos BIM. Program pemerintah itu memfasilitasi anak-anak muda berprestasi mendapatkan beasiswa di universitas top dunia.
Terlebih, pemuda Lampung yang belajar biola sejak kelas 6 SD itu menjadi yang pertama meraihnya di luar bidang akademik. Sebab, dalam dua angkatan BIM selalu dari bidang akademik.
Apalagi, untuk meraihnya juga penuh tekanan karena saat itu masih harus sekolah, membuat video, essay, dan proyek sosial, sebagai syarat seleksi.
Menurut dia, BIM menyeleksi prestasi yang diraih peserta. Sebab, tidak semua lomba dan ajang yang diikuti lolos kurasi. Untuk itu, dia memasukkan 50 lomba dan non lomba tingkat internasional.
Di antaranya mengikuti Gita Bahana Nusantara, Twilite Orchestra dari segi non lomba, dan berbagai acara kenegaraan.
Sedangkan, dari sisi kompetisi memiliki Bali Internasional Choir Festifal, lomba violinis internasional dari sekolah musik Gloriamus, dan Associated Board of the Royal School of Music (ABRSM) London.
“Tapi, itu baru lolos administrasi dan selanjutnya ada tahap interview serta harus mengikuti persiapan. Mulai dari proyek sosial, mengikuti International English Language Testing System (IELTS), dan mengikuti berbagai pelatihan.
Dia mengaku, Norman juga masuk untuk universitas di Singapura. Namun, dia telah memilih Skotlandia karena Eropa sebagai kiblat musik klasik.
Target Selanjutnya
Selanjutnya, violinis itu menargetkan mengikuti lomba Queen Elizabeth, Inggris, pada tahun depan. Ajang tersebut termasuk berat karena umumnya peserta berasal dari mahasiswa S2.
Namun, ibunya secara khusus menginginkan agar Norman bisa meraih beasiswa hingga S3. Untuk itu, selama masa kuliah sepatutnya bisa meraih banyak prestasi.
Usai mengenyam pendidikan tersebut bisa kembali ke Indonesia dengan misi berkontribusi untuk perkembangan dunia musik di Indonesia.
“Ibu ingin agar fokus ke pendidikan bukan hanya untuk diri sendiri. Tapi, bisa menularkan ilmu yang didapat ke anak-anak Indonesia. Sehingga, lebih banyak lagi orang Indonesia yang berprestasi di ajang internasional dan belajar ke luar negeri,” kata dia.
Sebab, dalam berbagai kegiatan negara lain selalu ada perwakilan sedangkan anak Indonesia masih sulit. Padahal, jika itu terwujud bisa sambil membawa misi kebudayaan.
Meski begitu, kedutaan besar Indonesia di luar negeri juga sepatutnya memberikan perhatian kepada anak berprestasi yang sedang berjuang.
“Minimal menonton dan menyemangati saat anak-anak tampil karena sampai sekarang tidak pernah ada,” katanya.