Kepala Satuan Pelayanan (Kasatpel) Pelabuhan Bakauheni, Akhir Santoso mengatakan, pihaknya melakukan pengungkapan itu pada Senin, 17 Februari, dini hari. Sopir hendak menyeberang melalui dermaga eksekutif Pelabuhan Bakauheni menggunakan mobil boks.
Baca juga: Balai Karantina Bakauheni Bongkar Penyelundupan Burung hingga Kulit Ular
Karena mencurigakan, petugas melakukan pemeriksaan terhadap mobil boks tersebut. Saat petugas memeriksa, petugas menemukan puluhan keranjang putih di bagian sasis mobil yang berisi ratusan burung dalam kondisi tak layak.
“Di sasis mobil petugas menemukan sebanyak 65 boks yang berisi 982 ekor burung dengan kondisi yang sangat tidak layak,” ungkapnya, Selasa, 18 Februari 2025.
Dari jumlah tersebut, sekitar 250 ekor burung di antaranya termasuk dalam kategori satwa lindung. Atas temuan penyelundupan tersebut menjadi pelanggaran berat terhadap hukum perlindungan satwa liar.
“Dua sopir bersama mobilnya kami amankan untuk keperluan pemeriksaan. Sementara ratusan burung tanpa dokumen kami serahkan kepada BKSDA Seksi Konservasi Wilayah III,” ujarnya.
Jenis burung yang pihaknya temukan antara lain burung Siri-siri 27 ekor, Kinoy 125 ekor, Cucak Ranting 60 ekor, dan Cucak Biru 12 ekor. Kemudian Cucak Ijo Mini 36 ekor, Sri Gunting Kelabu 9 ekor, Poksay Mandarin 14 ekor, Cucak Ijo 11 ekor, dan Serindit 18 ekor. Selanjutnya Pleci 600 ekor, Sikatan 43 ekor, Air Mancur 11 ekor, Kepodang 4 ekor, dan Kutilang Emas 12 ekor.
Tantangan Pelestarian Satwa
Sementara itu, Kepala Karantina Lampung, Donni Muksydayan menambahkan, upaya penyelundupan ini menunjukkan betapa besar tantangan yang dihadapi dalam memberantas perdagangan satwa liar ilegal. Kasus ini menjadi peringatan penting bagi upaya pelestarian satwa liar di Indonesia.
“Kami berharap dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keberagaman hayati Tanah Air. Penyelundupan satwa liar adalah masalah yang terus berlanjut dan memerlukan kerja sama dari semua pihak untuk menghadapinya,” tambahnya.
Para pelaku mendapat jeratan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019. Yakni tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 2 tahun dan denda 2 miliar.
Selain itu pelaku juga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dengan ancaman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun. Kemudian pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News