Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menyiapkan rumusan harga singkong yang adil bagi petani dan pelaku industri pengolah. Langkah tersebut setelah Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan harga acuan pembelian (HAP) singkong.
Poin Penting:
-
Penurunan harga singkong Lampung karena melemahnya permintaan global, bukan kebijakan pemerintah.
-
Pemerintah menekankan pentingnya keseimbangan ekonomi antara keuntungan petani dan keberlanjutan pabrik.
-
Lampung masih bergantung pada produk tepung tapioka, sehingga stabilitas harga sangat krusial.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman Nomor B-133/KN.120/M/10/2025 tentang penetapan harga acuan pembelian komoditas ubi kayu atau singkong di tingkat daerah.
Pemprov Bentuk Tim Rumuskan Harga
Gubernur Rahmat Mirzani Djausal menegaskan komitmen Pemprov Lampung dalam menyusun harga singkong adil yang menguntungkan semua pihak. Pemerintah sudah membentuk tim yang berkoordinasi dengan petani dan pihak industri pengolah agar tercapai harga singkong berkeadilan.
Baca juga: Pansus Tata Niaga Singkong Komitmen Kawal Kepastian Harga yang Adil
“Tim Pemprov sudah mulai berkoordinasi dengan petani dan industri. Kami ingin mencari titik tengah agar semua pihak bisa menerima harga singkong,” ujar Rahmat Mirzani Djausal, di Kantor Gubernur Lampung, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kesepakatan harga singkong adil harus bersifat mengikat dan seluruh pihak menjalankannya. Ia mengingatkan agar tidak ada pabrik yang melanggar kesepakatan atau berhenti membeli dari petani.
“Kalau harga sudah menyepakti, semua pihak harus patuh. Jangan ada yang main sendiri,” ujar Mirza.
Harga Singkong Turun
Gubernur Mirza juga menjelaskan turunnya harga singkong di Lampung beberapa bulan terakhir tidak sepenuhnya karena kebijakan pemerintah. Penurunan harga lebih oleh melemahnya permintaan pasar global.
Industri pengguna tepung tapioca, seperti sektor kertas, kosmetik, dan tekstil, mengalami penurunan permintaan. Akibatnya, stok tepung menumpuk di pabrik dan serapan bahan baku dari petani menurun.
“Permintaan dari end user belum naik. Stok tepung tapioka juga masih banyak, jadi penyerapan dari industri belum maksimal,” katanya.
Walaupun begitu, ia menegaskan kebijakan harga singkong nantinya akan mempertimbangkan kondisi pasar. Tujuannya agar petani tetap untung tanpa mengganggu keberlanjutan industri pengolah.
“Kalau memaksakan harga naik tapi pasar tidak sanggup menyerap, pabrik bisa berhenti beli. Itu malah merugikan petani,” katanya.
Jaga Keseimbangan Petani dan Industri
Pemprov Lampung berkomitmen menciptakan keseimbangan antara kesejahteraan petani dan keberlangsungan industri pengolah singkong. Menurut Mirza, harga singkong yang stabil sangat penting bagi ekonomi daerah, mengingat Lampung merupakan provinsi penghasil singkong terbesar di Indonesia.
“Kami ingin petani tetap untung, tapi pabrik juga tetap beroperasi. Kalau pabrik tutup, petani kehilangan pasar,” ujarnya.
Dia juga menambahkan Lampung belum memiliki diversifikasi produk olahan singkong selain tepung tapioka. Karena itu, stabilitas harga menjadi faktor kunci agar sektor pertanian tetap tumbuh dan industri tetap produktif.
“Produk olahan singkong di Lampung mayoritas masih tepung tapioka. Jadi keseimbangan harga harus terjaga agar petani sejahtera dan industri tetap berjalan,” katanya.







