Pringsewu (Lampost.co) – Polisi meringkus seorang pria berinisial S (37), warga Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Pria tersebut karena mencabuli anak tirinya yang masih berstatus pelajar sekolah menengah atas hingga hamil. Perbuatan bejat tersebut karena pelaku merasa sakit hati kepada istrinya.
Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunus Saputra melalui Kasat Reskrim AKP Johannes Erwin Parlindungan Sihombing menjelaskan. Pelaku yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani itu tertangkap di rumahnya, Jumat, 31 Oktober 2025. Penangkapan itu kurang dari 24 jam setelah pihak kepolisian menerima laporan dari ibu korban.
“Dalam pemeriksaan, pelaku mengaku perbuatannya karena sakit hati terhadap istrinya yang sering menolak ketika diajak berhubungan intim. Motif ini tentu tidak dapat terbenarkan dan merupakan pembenaran yang salah atas tindakan keji,” tegas AKP Johannes kepada wartawan, Senin, 3 November 2025.
Sementara kasus ini terungkap ketika pihak sekolah tempat korban menempuh pendidikan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin terhadap siswi perempuan. Dari hasil tes kehamilan, korban ternyata positif hamil.
Kemudian setelah dibawa ke puskesmas untuk pemeriksaan lanjutan, usia kandungan korban telah mencapai tujuh minggu. Pihak sekolah pun menghubungi ibu korban untuk menindaklanjuti hasil tersebut.
Lapor Ibunya
Selanjutnya kepada ibunya, korban akhirnya mengaku telah menjadi korban perbuatan cabul sang ayah tiri sejak tahun 2023. Sementara kejadian terakhir pada September 2025. Korban mengaku bungkam selama ini karena mendapat ancaman dari pelaku. Mendengar pengakuan itu, ibu korban langsung melapor kepada polisi, dan pelaku berhasil teramankan tanpa perlawanan.
Selanjutnya dalam pemeriksaan, pelaku mengaku nekat melakukan perbuatan tersebut karena rasa sakit hati kepada istrinya. Ia menyebut kerap berselisih dan merasa terabaikan karena istrinya sering menolak saat diajak berhubungan suami istri.
Saat ini, S telah tertetapkan sebagai tersangka dan mendekam pada Rumah Tahanan (Rutan) Polres Pringsewu untuk proses hukum lebih lanjut. Polisi juga memastikan bahwa korban telah mendapatkan pendampingan psikologis dan perlindungan dari lembaga terkait.
Atas perbuatannya, pelaku terjerat dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara








