Pringsewu (Lampost.co) – Tim Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satreskrim Polres Pringsewu resmi menahan Kepala Pekon Sukoharjo III Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, berinisial G. Ia ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Pekon (APBDes) Tahun Anggaran 2023.
Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunnus Saputra mengatakan, tersangka diduga menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi senilai hampir Rp500 juta. “Tersangka G menyalahgunakan anggaran dana desa untuk kepentingan pribadi, dengan nilai kerugian mendekati Rp500 juta,” ujar Yunnus dalam konferensi pers di Aula Mapolres Pringsewu, Senin, 23 Juni 2025.
Ia menegaskan, pengungkapan kasus ini merupakan bagian dari komitmen Polri dalam menjaga integritas dana desa dan anggaran pemerintah. Sebelumnya, Polres juga telah mengungkap kasus pemerasan oleh oknum LSM dan wartawan terhadap para kepala pekon.
“Kami tidak akan mentoleransi penyalahgunaan anggaran negara. Dana desa harus digunakan sepenuhnya untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Atas perbuatannya, tersangka G terjerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasat Reskrim Polres Pringsewu, AKP Johannes, mengungkapkan bahwa hasil audit Inspektorat Kabupaten Pringsewu menunjukkan kerugian negara sebesar Rp478.615.276.
Dana tersebut tidak sesuai peruntukan dan sebagian besar tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Selama penyelidikan, tersangka tidak menunjukkan itikad baik mengembalikan kerugian negara. Barang bukti yang tersita baru sebesar Rp10 juta,” kata Johannes.
Kemungkinan Penyitaan Aset
Terkait kemungkinan penyitaan aset, Johannes menyebut pihaknya masih melakukan pendalaman. Ia juga membuka kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini, seiring dengan terus berjalannya proses penyidikan.
Lebih lanjut, Johannes menjelaskan bahwa dalam pengelolaan APBDes 2023, G bertindak sepihak sebagai kuasa pengguna anggaran. Ia tidak melibatkan perangkat pekon resmi seperti Tim Pelaksana Kegiatan (TPK).
“Keputusan anggaran diambil sendiri oleh tersangka. Laporan pertanggungjawaban tidak dilengkapi bukti sah, sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Modus yang digunakan tersangka antara lain mark-up anggaran dan kegiatan fiktif. Program yang terindikasi fiktif meliputi penanganan stunting, pengadaan perlengkapan posyandu, perawatan kendaraan dinas, serta sejumlah kegiatan fisik lainnya.
Selain kasus korupsi, G juga tercatat pernah menjaminkan surat tanah kantor pekon ke sebuah koperasi dari PNM ULaMM senilai Rp40 juta. Surat tersebut belakangan telah tertebus kembali.
G menjabat sebagai Kepala Pekon Sukoharjo III Barat sejak tahun 2012 dan masih aktif hingga saat ini. Penyidik masih mendalami seluruh keterlibatan dan kemungkinan pelaku lain dalam perkara ini. (Yudi Prayoga)