Bandar Lampung (Lampost.co) — Kejati Lampung menahan mantan bupati Lampung Timur M. Dawam Raharjo pada Kamis malam, 17 April 2025.
Dawam tersangka korupsi pembangunan/penataan kawasan gerbang rumah jabatan bupati Lampung Timur tahun anggaran 2022 dengan nilai kontrak sebesar Rp6.886.970.921.
“Dari hasil perhitungan keuangan akuntan publik, terdapat kerugian negara Rp3.803.937.439,” ujar Aspidsus Kejati Lampung Armen Wijaya.
Menurut Armen selaim M. Dawam Rajarjo, juga tiga orang lainnya sebagai tersangka. Yakni inisial AC merupakan direktur perusahaan penyedia jasa, SS direktur perusahaan konsultan pengawas dan perencana. Kemudian, MDW selaku ASN di Lampung Timur yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di kegiatan tersebut.
“Empat orang kami tetapkan tersangka, MDR, AC, SS, dan MDRWdan kami tahan selama 20 hari ke depan, di Rutan Kelas I Bandar Lampung,” katanya.
Modus dalam perkara korupsi ini yakni, Dawam selaku bupati Lampung Timur saat itu, bersama AC dan SS, pada tahun 2021 berencana membangun icon kabupaten Lampung Timur. Karena terinspirasi dengan Patung Icon Tugu di salah satu kabupaten di Provinsi Lampung.
Dawam memerintahkan saksi M selaku salah satu kepala SKPD Kabupaten Lampung Timur untuk melakukan perencanaan.
Meminjam Perusahaan
Setelah itu, SS meminjam perusahaan melaksanakan pekerjaan jasa dengan menggunakan gambar yang sebelumnya telah digambar oleh salah satu seniman patung ternama dari pulau dewata Bali.
“Dengan menggunakan gambar tersebut selanjutnya SS mendapatkan pekerjaan jasa konsultan tersebut,” katanya.
Dari setelah jasa konsultasi dilaksanakan, MDR selaku PPK menyiapkan kerangka acuan kerja, yang seolah-olah pekerjaan tersebut pekerjaan kontruksi. Padahal pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus,
“Selain itu MDR atas perintah dari DWM (Dawam), meminta untuk segera melakukan tender terhadap pekerjaan tersebut dengan menitipkan perusahaan yang dimiliki oleh AC alias AGS dan selanjutnya setelah pekerjaan tersebut dimenangkan oleh CV GTA selaku direktur AC alias AGS. Kemudian pekerjaan tersebut disubkon kepada perusahaan lain,” katanya.
Para pelaku dijerat dengan pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHP,
Kemudian susider Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.