BANDUNG (lampost.co) -– Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) memperkenalkan inovasi teknologi pengolah limbah kotoran sapi menjadi pupuk kompos berbasis Internet of Things (IoT) pada ajang Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025 di Gedung Sasana Budaya Ganesha (SABUGA) Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis (7/8).
Produk bernama Digital Smart Composter itu dirancang oleh mahasiswa Prodi Teknik Komputer Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer UTI, Deka Ramadani dan Fadhlurohman Mergo Penateh, di bawah bimbingan Dr. Dedi Darwis. Teknologi ini mengintegrasikan sensor suhu, kelembapan, dan pH untuk memantau proses pengomposan secara real-time melalui aplikasi ponsel.
Deka mengatakan ide tersebut lahir dari permasalahan limbah kotoran sapi di sentra peternakan yang belum dikelola optimal.
“Alat ini mengurangi bau, mempercepat proses, dan menghasilkan kompos sesuai standar pertanian,” ujarnya.
Fadhlurohman menambahkan, sistem akan mengirim notifikasi jika suhu atau kelembapan mulai berubah, sehingga peternak dapat segera melakukan penyesuaian. “Dengan begitu, waktu pengomposan bisa lebih singkat dan kualitas terjaga,” katanya.
Ajang KSTI 2025 yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi itu dihadiri ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi, lembaga riset, industri, dan komunitas teknologi. Presiden RI Prabowo Subianto membuka kegiatan tersebut dan menekankan pentingnya sinergi dunia pendidikan, riset, dan industri.
Rektor UTI Dr. HM. Nasrullah Yusuf menyatakan bangga atas partisipasi mahasiswa di forum nasional itu.
“Mahasiswa Teknokrat kami dorong menghasilkan karya yang menjawab permasalahan lapangan. Inovasi ini lahir dari kepedulian pada lingkungan dan kebutuhan peternak,” katanya.
Menurutnya, Digital Smart Composter memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara komersial. “Indonesia memiliki populasi sapi yang tinggi dan kebutuhan pupuk organik yang terus meningkat,” ujarnya.
Stan UTI di pameran KSTI menarik banyak pengunjung, termasuk pelaku industri agribisnis, peternakan, dan perwakilan pemerintah daerah yang menilai alat ini berpeluang diterapkan di lapangan.
Dr. Dedi Darwis menjelaskan, alat tersebut fleksibel digunakan di skala kecil maupun besar. “Prototipe ini dirancang agar mudah dipakai peternak desa, tetapi bisa dikembangkan untuk industri. Data sensor juga dapat disimpan di cloud untuk analisis jangka panjang,” katanya.
KSTI 2025 berlangsung hingga Sabtu (9/8), menjadi ajang bertemunya inovator muda, akademisi, dan industri untuk mendorong kemandirian teknologi nasional.










