Jakarta (lampost.co)–Korupsi di sistem peradilan Indonesia telah mencapai titik yang sangat memprihatinkan. Sejak 2011, sedikitnya 29 hakim terlibat dalam praktik suap yang totalnya mencapai Rp107 miliar.
Setiap hari, masyarakat berharap bisa mendapatkan keadilan yang jujur dan adil melalui sistem peradilan. Namun, temuan ini menambah daftar panjang kasus yang merusak citra lembaga pengadilan. Praktik suap ini berhubungan langsung dengan vonis yang diberikan oleh hakim yang terlibat. Hal ini merusak keyakinan publik terhadap integritas dan keadilan yang seharusnya dijaga oleh sistem hukum.
Penyebab utama korupsi yang terus berlangsung di tubuh peradilan adalah lemahnya sistem pengawasan. Dalam banyak kasus, korupsi terjadi karena kurangnya transparansi dan mekanisme kontrol yang efektif di lembaga peradilan. Sistem yang ada saat ini justru memperburuk keadaan dengan membuka celah bagi korupsi berkembang dalam waktu yang cukup lama.
“Penyebab terjadinya korupsi adalah kurangnya pengawasan dan transparansi di dalam tubuh peradilan itu sendiri,” ungkap salah satu peneliti ICW. Sistem yang ada saat ini justru memperburuk keadaan karena lemah dalam mengawasi praktik-praktik yang merusak sistem peradilan ini.
Penting untuk mengeksplorasi bagaimana pengawasan internal dan eksternal dapat diperkuat. Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat, diharapkan praktik suap ini dapat diminimalisir. Selain itu, pendekatan yang lebih transparan dan akuntabel juga akan mendukung perbaikan sistem peradilan. Tanpa itu, korupsi di kalangan hakim akan terus mengancam integritas peradilan.
Suap dalam Kasus Besar
Salah satu contoh yang paling mencolok adalah kasus yang melibatkan ekspor minyak goreng. Di dalam kasus ini, sejumlah hakim menerima suap untuk mempengaruhi hasil putusan. Tiga hakim yang terlibat menerima suap antara Rp4 hingga Rp6 miliar untuk memenangkan pihak yang bersalah.
“Para hakim yang terlibat dalam kasus besar ini menerima suap untuk memengaruhi hasil putusan yang sangat menguntungkan pihak yang seharusnya mendapat hukuman berat. Ini adalah indikasi bahwa korupsi telah merasuki sistem peradilan Indonesia.” tulis ICW.
Praktik semacam ini sangat merusak citra peradilan. Para hakim yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip keadilan justru terlibat dalam merusak sistem yang ada. Ini menjadi pengingat betapa pentingnya adanya tindakan preventif yang lebih tegas terhadap penyalahgunaan wewenang di pengadilan.
“Kami mendesak Mahkamah Agung untuk segera mengambil tindakan nyata dalam mengatasi masalah ini. Tanpa perbaikan sistem yang menyeluruh, kepercayaan publik terhadap peradilan akan semakin menurun.” ujar ICW.
MA perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para hakim yang terlibat dalam kasus-kasus suap ini. Jika langkah-langkah tersebut konsisten, bisa memperbaiki sistem peradilan Indonesia bisa tercapai. Tidak hanya itu, MA juga harus membuat peraturan yang lebih ketat untuk mencegah praktik semacam ini terulang kembali.