Jakarta (Lampost.co) – Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor menanggapi langkah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Apabila mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebagai upaya untuk mengamankan eksistensi partai.
Ia mengaku ada kekhawatiran bagi PDIP akan terus terpreteli ketika berseberangan dengan pemerintah. “Saya kira ada kepentingan yang cukup jelas. PDIP ingin menyelamatkan eksistensinya. Apalagi yang menurut mereka mungkin dikhawatirkan akan terus dipreteli,” kata Firman, kepada Media Indonesia, Selasa, 14 Januari 2025.
Kemudian Firman mempertanyakan langkah PDIP bergabung ke pemerintahan Prabowo. Menurutnya, PDIP harusnya bisa bertahan di luar pemerintahan seperti saat zaman Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Baca Juga:
https://lampost.co/nasional/pdip-dukung-program-presiden-prabowo/
“Zaman Soeharto mereka (PDIP) sanggup melakukan perlawanan. Tetapi, mengapa zaman Prabowo yang levelnya belum seperti Soeharto,” katanya.
Kritik Pemerintah
Selanjutnya Firman menjelaskan bergabungnya PDIP kepada pemerintahan akan membuat demokrasi mati suri. Ia mengatakan saat ini otomatis semua partai bergabung dengan pemerintahan. Sehingga tidak ada lagi yang bersuara mengkritik pemerintah.
“PDIP jadi oposisi itu ada harapan terwujudnya mekanisme check and balances. Ini teori atau persyaratan hidup negara demokrasi. Tidak mesti harus partai yang kuat. Tapi yang penting ada partai yang mengambil peran (opsisi). Esensi dari demokrasi itu ada pemerintahan yang teramati. Kemudian terkritisi secara objektif,” katanya.
Meski demikian, Firman memahami langkah PDIP bergabung ke pemerintahan. Pasalnya, PDIP akan mendapatkan keuntungan dan stabilitas partai menjadi terjaga. “Ketika bagian dari kekuasaan jelas menjadi nyaman. Kemudian mendapatkan jatah posisi. Lalu, keberlanjutan Megawati pada kursi Ketua Umum PDIP juga akan kuat,” katanya.
Lebih lanjut, ketika mengenai pertemuan Megawati dan Prabowo, Firman enggan membuat kesimpulan. Menurutnya, akan ada titik temu antara Megawati dan Prabowo. Untuk bertemu dan membahas kepentingan keduanya pada perpolitikan Indonesia.
“Balik lagi ini bergantung pada kebutuhan. Bisa jadi karena ada momen Prabowo membutuhkan PDIP melanjutkan kekuasaan ke depan. Dan titik kepentingan dengan Jokowi sudah berakhir. Mungkin saja pertemuan segera terjadi. Jokowi masa lalu. Nah, ke depannya mungkin makin tidak terbutuhkan,” katanya.