Bandung (Lampost.co)–Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, merealisasikan rencananya untuk menanggulangi kenakalan remaja dengan mengirim para pelajar yang sering bolos dan tawuran ke markas militer.
Program pendidikan militer ini di Barak Resimen 1 Armen Kostrad.
Sebanyak 39 pelajar asal Kabupaten Purwakarta, yang mayoritas masih berusia remaja, tiba di markas militer pada Kamis, 1 Mei 2025. Mereka datang bersama orang tua masing-masing oleh Bupati Purwakarta, Seful Bahri Binjen.
Tujuan dari pendidikan militer ini adalah membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab para siswa selama dua pekan.
Para orang tua tampak mendukung penuh kebijakan ini. Salah seorang wali murid, Ela Sri Nurlela, menyampaikan, “Saya tidak keberatan, karena memang sudah tidak sanggup membina di rumah. Mudah-mudahan nanti jadi lebih baik.”
Pendidikan militer menjadi pendekatan baru dalam menyikapi masalah pelajar yang kerap terlibat kekerasan atau membolos. Dengan disiplin khas militer, diharapkan para pelajar bisa berubah ke arah yang lebih positif. Langkah Dedi Mulyadi ini juga mendapat perhatian luas karena menjadi salah satu kebijakan pendidikan paling tegas di tahun 2025.
Perluasan Pendidikan Militer
Kebijakan pendidikan militer dari Dedi Mulyadi rupanya akan meluas, tidak hanya untuk siswa di Purwakarta. Dalam wawancara terbaru dengan media lokal, Dedi menyebut, “Jika hasil evaluasinya positif, kami siap menerapkan program ini di beberapa kabupaten lain di Jawa Barat.” Hal ini menandakan pendidikan militer akan menjadi strategi regional dalam menangani pelanggaran disiplin pelajar.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga memberikan tanggapan terkait program ini. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam konferensi pers, menyatakan, “Selama tidak melanggar hak anak, dan bertujuan pembinaan, pendidikan militer bisa jadi solusi. Tapi harus ada kontrol ketat.” Ini menjadi sinyal bahwa pemerintah pusat membuka ruang diskusi untuk adaptasi model serupa di daerah lain.
Di sisi lain, sejumlah psikolog pendidikan memberi catatan. Menurut Psikolog Anak dari UI, dr. Rika Santosa, “Pendidikan militer bisa berhasil bila disertai pendekatan konseling. Jika hanya penekanan fisik, ada risiko trauma.” Ia menyarankan kombinasi pendekatan militer dan psikoedukatif agar pembinaan berjalan maksimal.