Jakarta (Lampost.co)— Paguyuban Pedagang Sembako Madura menolak rencana larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Ketentuan ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura, Abdul Hamied, memohon agar pemerintah lebih bijaksana dan adil dalam mengambil keputusan terkait larangan zonasi penjualan rokok.
Menurutnya, pemerintah seharusnya dapat menengahi peraturan yang berpotensi menjadi polemik. Sebab, akibat kebijakan ini ada banyak orang yang akan terdampak.
“Kalau alasannya demi mengurangi jumlah perokok anak. Maka yang seharusnya di tingkatkan adalah edukasi dan sosialisasinya, bukan malah menekan dengan larangan zonasi,” ujar Cak Hamied, Jumat, 19 Juli 2024.
Ia menegaskan, para pedagang kecil, pemilik warung kelontong, dan sembako sangat memahami bahwa rokok adalah produk yang hanya boleh di konsumsi oleh orang berusia 18 tahun ke atas.
Para pedagang pun menyadari untuk tidak menjual rokok pada anak di bawah usia 18 tahun.
“Rokok itu produk legal, khusus untuk konsumen dewasa. Kami sadar bahwa rokok tidak untuk di konsumsi anak di bawah umur 18 tahun. Tapi, bukan serta merta solusinya adalah dengan melarang penjualan,” ujarnya.
Ia meperkirakan saat ini ada sekitar 1.500 pemilik usaha sembako dan warung kelontong Madura yang tersebar di Jabodetabek dan sebagian Bali.
Secara rata-rata, pemilik usaha memiliki sekitar tiga hingga lima pekerja, sehingga larangan zonasi 200 meter penjualan rokok ini akan sangat berdampak bagi perekonomian masyarakat.
Aturan segera Disahkan
Menteri Kesehatan menyebutkan, RPP kesehatan sedang dalam finalisasi dan pengesahannya pada Juli.
Pernyataan ini membuat pedagang semakin khawatir karena proses pengesahan tersebut mereka lakukan secara tergesa-gesa. Sementara Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku masih akan mempelajari aturan yang banyak di keluhkan para pedagang ini.
Hamied pun berharap kementerian-kementerian terkait dapat berpihak kepada para pedagang kecil. Serta memahami ancaman aturan zonasi penjualan rokok yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi para pedagang.
Regulasi ini juga semakin tumpang tindih dengan aturan lain dan menghalangi orang dalam mencari rejeki.
“Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak. Zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau pedagangnya? Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?” ungkapnya.